Powered By Blogger

Selasa, 28 Juni 2011

Inilah Makanan Aneh,Apakah Anda Berani Menyantapnya….

Menu Utama, Sup Kalajengking
Tuhan menciptakan alam memang sungguh menakjubkan. Dan manusia tak salah jika dijadikan sebagai mahluk paling mulia. Berbagai janis makanan sudah terhampar di sekelilingnya. Memang, ada yang benar-benar untuk di makan. Tapi, ada juga yang diharamkan. Terlepas dari itu, fakta menarik tentang makanan sering kita jumpai di bumi ini.
Diantaranya adalah makanan-makanan yang tak lazim dimakan oleh manusia. Sate ayam, kambing atau sapi bagi kita mungkin hal biasa. Tapi, pernah tidak Anda membayangkan bagaimana tikus jorok di buat sate, atau sate kelabang, atau juga sate ular dan lebih aneh lagi sate ulat……. (Maaf jgn diteruskan liat kalo bikin pusing).
Tapi, itulah budaya. Fenomena yang kadang-kadang mau tak mau selalu menjadi acuan bagi generasi penerusnya. Bahkan, bukan sekedar budaya, tetapi sudah menjadi sebuah hobi.
yuuu…silahkan liat2

Di pilih-pilih, Ini Sate Anak Burung
Sate Jangkrik
Yang Ini Sate Kelabang
Sate Tikus
Sate Ular…Nyam…nyam…
Ini dia Yang Paling Spesial, Sate…
Menu Utama, Sup Kalajengking

Hobi - Hobi Yang Tak Lazim

Ini adalah cerita bersambung tentang hobi, bab pertama mengenai hobi yang fositif dan negatif namun umum dan wajar dilakukan orang, ternyata ada juga lo...
hobi yang tak laZim, tidak semua orang bisa melakukannya, bahkan jangan dilakukan atau ditiru, salah satu hobi yang tak lazim adalah memakan makanan yang tidak umum dimakan oleh manusia.

Apakah memakan makanan tak laZim termasuk hobi ? mungkin kecanduan ? kebiasaan ? atau kesalahan ? Entah faktor apa yang membuat seseorang gemar, dengan kata lain hobi memakan makanan tak laZim,
disini aku tidak akan membahas faktor sebab dan akibat dari hobi yang tak laZim. Aku hanya ingin menampilkan contoh2 dari hobi yang tak laZim sebagai berikut :

* Hobi makan "abu dan puntung rokok"



Iim Rohimah, balita kelahiran 20 mei 2007 ini sering mencari abu puntung rokok dan kemudian memakannya dengan lahap layaknya mengkonsumsi makanan yang lazim dimakan oleh orang biasa.
Tak hanya itu, putri pertama pasangan Nujum Wahidi dan Nartiah warga Dusun Cermin Timur RT 0807/02 Desa Sukakerta Kec. Cilamaya Wetan Karawang ini juga mengonsumsi abu batang korek api.

Awalnya kedua orang tua Iim tidak merasa ngeh dengan kelakuannya tersebut tapi ternyata kebiasaan itu berlanjut hingga saat ini, dan bahkan kebiasan tesebut tak bisa dicegah,
kalaupun dicegah, Iim malah menangis dan ngamuk-ngamuk hingga bergulingan di tanah.

Kalau ada banyak tamu dan kebetulan tamu tersebut seorang perokok, maka momen tersebut adalah seperti pesta besar bagi Iim.
Ia menikmati betul abu rokok yang terkumpul di asbak. Dengan menggunakan satu jari telunjuk, Ia menjilatinya hingga habis.... mmmh.. nyam.. nyam... nyam...

Kebiasaan Iim yang aneh ini, tentu saja membuat kedua orang tuanya khawatir, takut terjadi apa-apa dengan kesehatan dan pertumbuhan fisiknya. Tapi anehnya lagi, ternyata Iim jarang sakit.
Jejak rekam kesehatan dan pertumbuhannya dari Klinik Bhakti Medika, tempat rutin yang biasa dikunjungi untuk memeriksa pertumbuhan dan kesehatannya, Ia dinyatakan normal.


* Hobi makan "batu-bata"



BATU bata tumbuk adalah menu tetap Ilham Nasir Firmansyah, bocah berusia lima tahun warga Jalan Jembatan Selatan, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan.
Kudapan tak lazim ini sudah jadi santapan Ilham selama setahun terakhir. menurut Atin (35th) sang ibu, Ilham sanggup menghabiskan satu batu bata tumbuk dalam empat hari.

Menurut Atin, bagi ilham, batu bata tumbuk sudah jadi makanan tetap seperti halnya nasi.
Serbuk batu bata bukan sekadar cemilan atau makanan selingan. Bila orangtuanya tidak menyediakan batu bata tumbuk, Ilham bakal marah dan ngambek.

Ilham menderita penyakit Thalassemia, Di laman Perhimpunan Hematologi dan Transfusi Darah Indonesia (PHTDI) dijelaskan, thalassemia
adalah penyakit yang disebabkan kekurangan salah satu zat pembentuk hemoglobin (Hb) sehingga produksi hemoglobin berkurang

* Hobi makan "obat nyamuk"



Balita usia 23 bulan bernama Iqbal Dwi Pratama. Balita berusia 23 bulan itu tak suka susu, dia malah suka mengkonsumsi makanan yang tak lazim,
yakni makan obat nyamuk bakar. ... kriuk.. kriuk..

Rumahnya di RT 02 No. 18, Kelurahan Manggar Baru, Kecamatan Balikpapan Timur, Kaltim.
Iqbal tengah menyantap obat nyamuk bakar dengan gigi susunya yang saat itu ditemani oleh ibunya . Eko Dwi Astuti (22).

Menurut sang ibu, Eko Dwi Astuti, kebiasaan aneh bin ajaib itu muncul sejak Iqbal berusia 5 bulan. Kala itu, Iqbal suka makan makanan yang bukan pada umumnya.
Ketika itu, mereka tinggal di RT 24 Gunung Tembak, Kelurahan Teritip, Kecamatan Balikpapan Timur.

Anehnya lagi, setelah makan obat nyamuk bakar, Iqbal makan camilan berupa sabun mandi dan cat di dinding yang sudah mengelupas.
ck... ck... sungguh aneh....


* Hobi makan "ulat dan serangga"

Sebuah keluarga di Desa Dadapan, Kecamatan Sedan, Rembang, Jawa Tengah, mempunyai kebiasaan aneh. Mereka gemar menyantap ulat dan serangga.
Tak hanya itu, mereka juga melahap binatang yang dianggap sebagian orang menjijikkan, seperti cicak, bekicot dan lalat. Saking terbiasanya, mereka bahkan tak jijik menyantap hewan-hewan itu dalam keadaan hidup. Keluarga itu adalah pasangan Ramlan (39) dan Sriyatun (35) serta empat orang anaknya.

Ramlan mengaku kebiasaannya itu berawal secara tidak sengaja saat dia masih melajang. Ketika sedang memotong pohon pisang tanpa sadar, mulutnya kemasukan ulat kepompong. "Saya kunyah rasanya kok kaya cendol, gak getir atau pahit," bebernya.
Dia pun penasaran mencoba ulat tanah. Ternyata rasanya sama lezatnya dengan udang rebus. Lama kelamaan dia tak hanya keranjingan berburu ulat namun juga hewan lain seperti lalat, cicak dan serangga. Setelah menikah dan punya anak, kebiasaan itu ditiru istri dan keempat anaknya. Anehnya, sampai saat ini keluarga itu tak mengalami keluhan kesehatan.

Justru jika tidak memakan ulat dalam sehari saja, keempat anaknya terlihat seperti kurang darah, tak terkecuali si bungsu yang bernama Galih Saputra (7 bulan).
Biasanya, Ramlan berburu ulat selagi mencari rumput untuk ternaknya. Ulat kesukaan keluarganya adalah ulat yang tinggal di daun pisang.

Ulat dalam keadaan hidup dikumpulkan dalam kantong plastik dan dibawa pulang untuk dibagikan kepada istri dan anak-anaknya. Cara makan setiap anggota keluarga berlainan.
Biasanya Ramlan meletakkan ulat dipermukaan lidah terlebih dulu dan dicampur air liur sebelum dikunyah. Selanjutnya baru ditelan. Sedangkan, istrinya langsung ditelan masuk perut. glek... glek....Uooooo.....

Karena kebiasaan aneh ini, tak mengherankan warga kampung menjuluki mereka sebagai keluarga pemakan ulat. Pernah, suatu hari rumah mereka kedatangan tamu dari Ponorogo Jawa Timur.
Rupanya tamu itu sengaja ingin membuktikan kelebihan Ramlan. "Mereka ingin mengadu kesaktian, dipikirnya saya berani makan ulat karena punya daya linuwih," katanya terkekeh

7 Desa Terunik di Dunia

1. Desa Dengan 100 Kembar Identik
Tak heran jika guru di sekolah itu mendapat tugas tambahan untuk menghapal muridnya satu per satu. Kedua puluh pasang anak kembar itu berjenis kelamin sama dan merupakan kembar identik. Para guru kerap salah saat menyapa nama mereka. Apalagi setiap pasang anak kembar hanya dibedakan dengan belahan rambut.
Salah satu pasangan kembar mengatakan, tanda lahir di leher merupakan salah satu pembeda mereka. Selebihnya mereka nyaris sama. Warga Desa Kodinji yang mayoritas muslim juga mengatakan, keberadaan anak kembar di desa itu bukan hal yang aneh. Mereka mengangapnya sebagai hal istimewa yang dianugerahkan Sang Pencipta.
Kebanyakan anak kembar juga lahir di rumah sakit yang sama. Menurut gynaecologist rumah sakit setempat, selama 10 tahun ia bekerja tercatat ada 100 hingga 150 kembar. Lima atau enam di antaranya kembar tiga. Kenyataan itu melahirkan misteri yang mengundang untuk diteliti lebih lanjut.
2. Desa Unik yang Mempunyai Penduduk Hanya Satu Orang
Buford (3)
Adalah seorang pria bernama Don Sammons (60th) yang sudah terbiasa tinggal sendirian. Di rumah? Tidak! Dia tinggal di dalam sebuah desa aneh yang hanya berpenduduk 1 orang, yaitu dirinya. Sendirian!
Desa Buford terletak di Wyoming, Colorado, daerah perbukitan dengan suhu rendah terlebih di musim dingin. Desa ini telah ditinggalkan oleh seluruh penghuninya yang memilih untuk tinggal di tempat lain untuk mencari penghidupan yang lebih baik karena merasa wilayah ini tidak akan bisa berkembang. Namun tidak demikian dengan Kakek Sammons yang kekeh untuk tetap tinggal di sana walaupun seorang diri.
Sammons meninggalkan Los Angeles taun 1980 bersama istri dan anaknya dan memilih menetap di Buford yang ketika itu masih dihuni oleh sekitar 2000 orang pekerja rel kereta api. Ketika istrinya meninggal 15 tahun lalu, anaknya yang kini berusia 26 tahun pun memilih untuk pindah ke kota Colorado.
Sammons mengelola sendiri sebuah pom bensin kecil dan sebuah toko untuk melayani mereka yang mampir dalam perjalanan lintas negara. “Dalam sehari toko saya bisa dikunjungi 1000 orang di musim panas, namun menurun hingga 100 orang saja di musim dingin,” kata Sammons yang mengklaim dirinya sebagai raja di Buford.

3. Desa Dengan Penduduk Keterbelakangan Mental
Sebanyak 445 warga di tiga desa yakni Desa Patihan, Pandak, dan Sidoharjo, Kabupaten Ponorogo, Jawa Timur, mengalami keterbelakangan mental atau idiot. Kondisi ini diyakini sudah terjadi sejak 1970-an. Saat itu terjadi kemarau berkepenjangan di lereng perbukitan Rajekwesi yang menjadi awal malapetaka kemiskinan. Tiga desa tersebut bersebelahan hanya dipisahkan oleh gugusan perbukitan Rajekwesi. Desa Sidoharjo berada di lereng sebelah utara, Desa Karang Patihan di lereng timur, sementara Desa Pandak berada di tenggara. Namun jarak antar desa mencapai puluhan kilometer dipisahkan hutan dan perbukitan kapur.
Kepala Desa Karang Patihan Daud Cahyono menuturkan, sejak kemarau menerjang, kondisi desa di sekitar perbukitan menjadi tandus dan berkapur. Tak sedikit warga yang kekurangan gizi, kekurangan iodium, sehingga menyebabkan kebodohan.
Kepala Seksi Gizi Dinas Kesehatan Kabupaten Ponorogo Iman Sukmanto membenarkan hal tersebut. Menurut dia, salah satu penyebab keterbelakangan mental ratusan warga adalah kekurangan iodium yang banyak terdapat pada garam atau kecap. Untuk menghindari agar kasus idiot tidak berlanjut, Pemkab dan Dinkes Ponorogo terus melakukan sosialisasi perbaikan gizi kepada masyarakat, termasuk pembagian garam iodium gratis kepada seluruh warga.
Diharapkan generasi baru di kawasan tersebut tidak lagi mengidap keterbelakangan mental.
Pengidap idiot parah yang sudah berusia lanjut dan tidak bisa beraktivitas sama sekali, Pemkab berencana memberikan santunan berkala sampai penderita habis.
4. Desa Kepiting
Ada "Kampung Manusia Kepiting" di Bone
Sebuah perkampungan yang warganya mengalami kelainan fisik ditemukan di Dusun Ulutaue, Desa Mario, Kecamatan Mare, Bone, Sulawesi Selatan. Di sana, puluhan penduduknya menderita kelainan di jari kaki dan tangan. Mulai dari lanjut usia hingga bawah lima tahun, jari-jari mereka terbelah menjadi dua hingga mirip capit kepiting.
Pantauan SCTV, Senin (7/2) di Dusun Ulutaue, baik anak-anak maupun dewasa memiliki jari terbelah dua dan terkadang hanya memiliki tiga ruas jari. Alhasil, jika difungsikan, jari mereka mirip dengan kepiting. Fenomena tersebut mereka anggap sebagai kutukan bagi mereka yang berasal dari garis keturunan yang sama.
Kendati demikian, mereka tak pernah malu dengan warga kampung lain. Bahkan hal ini sudah menjadi hal biasa seperti takdir mereka. Bisa jadi, keanehan tersebut terjadi lantaran asupan gizi yang kurang sejak usia dalam kandungan. Maklum, pekerjaan mereka sehari-hari hanyalan nelayan. Ironisnya, hingga sekarang belum satu pun tim medis atau pemerintah setepat meneliti bahkan mengobati para penduduk di kampung itu.
Akibat keanehan pada jari-jari mereka, sebagian warga kampung lain ada yang merasa jijik bergaul dengan mereka. Tak hanya itu, perkampungan mereka pun diberi sebutan ‘Kampung Manusia Kepiting’ oleh warga setempat.

5. Desa Berpenduduk Poligami
http://www.thinkinghousewife.com/wp/wp-content/uploads/2010/01/polygamy-615.jpg
Dalam hukum Amerika, berpoligami adalah kejahatan. Tetapi bagi 1200 warga Centennial Park -kampung kecil di Colorado Arizona- berpoligami menjadi impian. Bahkan para gadis justru ingin berbagi suami saat menikah kelak. Mungkin ada yang bersikap moderat di tengah kontroversi soal poligami, bahwa orang berpoligami merupakan pilihan dan kesepakatan. Bahkan di AS yang menegaskan bahwa poligami adalah kejahatan, praktik rumah tangga dengan dua atau beberapa cinta ternyata tetap ada. Sekitar 1200 penduduk Centennial Park, kampung kecil di dekat Colorado, menunjukkan bahwa mereka berpoligami juga dengan alasan sendiri. Berbeda dengan mayoritas warga AS, mereka menyebut komunitasnya All-American Families (Keluarga Amerika Seluruhnya), dalam arti sebenarnya.
Seperti Ariel Hammon, 32, yang menikahi Helen, 30, yang memberinya tujuh orang anak, kemudian menikahi Lisa, 20, yang memberinya dua anak. Bagi Ariel dan dua istrinya berpoligami berarti menambah tenaga kerja untuk membangun rumah-rumah baru. “Warga di Centennial Park pernah membangun rumah baru di dekat rumah induk hanya dalam waktu dua hari. Itu karena banyak anak, banyak sukarelawan,” kata Ariel kepada ABCNews. Cemburu karena cinta berbagi? “Kami tidak pernah memikirkannya, justru ini yang saya impikan sejak dahulu,” kata Helen, yang bekas siswa Ariel seperti halnya Lisa. “Saya tidak masalah Ariel sudah menikah, itu saya anggap bonus,” tambah Lisa.
Beberapa penduduk yang ditanya soal seks, mengaku risih. Menurut mereka, para remaja tetap menjaga keperawanan dan dilarang berciuman sebelum menikah. Dan di tengah tergerusnya moralitas akibat merebaknya seks bebas di AS, Centennial Park cenderung tertutup dan curiga dengan orang asing. “Karena agama melarang (seks sebelum menikah),” kata seorang penduduk.
Seorang remaja putri, Michelle misalnya berharap suatu hari keperawanan akan memberinya orang yang tepat. “Tak masalah apakah calon suami saya punya enam atau tujuh istri. Laki-laki bukan milik kami, kami juga tidak bisa menguasainya. Sebanyak apa pun istri yang diinginkannya, tak masalah selama itu kehendak Tuhan,” kata Michelle.
Ariel juga menilai program Big Love di televise HBO yang menggambarkan intrik, kecemburuan dan saling menjatuhkan antara para istri, bukannya kenyataan sebenarnya. Ariel menilai yang terpenting adalah menjaga keutuhan rumah tangga dan mengasuh anak-anak sehingga seks bukan prioritas. “Untuk seks, harus mencuri waktu karena banyak anak di rumah. Tetapi seks adalah ekspresi cinta, banyak cinta di tempat ini,” kata Ariel.
6. Desa Yang Penduduknya Hidup Tanpa Air Bersih
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgEi9_fT4R3rcgonRJjxKgMTl9JbYQPzXt3euKsQCUW09jiENW_w8GZK0OHJuE6NSnK3jKTCfPV9y5oP_1TKt8bT5LB_hTDBNZPAwtUHVNx0k3ykrLF6QbIE9LFRH1qPJ5WgWVD22OzGET8/s1600/ilustrasi-air-kotor.jpg
Lebih dari 40 tahun warga Pedukuhan Wangon, Desa Kubangsari, Kecamatan Ketanggungan, Kabupaten Brebes, Jawa Tengah, hidup tanpa air bersih. Mereka merasa hidup tak layak di negera merdeka. Desa yang berpenduduk lebih dari 2.255 jiwa ini hidup tanpa air bersih.
Air bersih bagaikan barang langka yang sulit didapat. Sementara pemerintah daerah seolah menutup mata terhadap kesulitan warganya itu.
Konon katanya, desa ini kena kutukan karena ada seorang nenek nenek yang meminta air minum ke warga desa tapi ga ada yang ngasih.
Pemerintah ingin segera membangun sumur bor untuk mendapatkan air bersih, sayangnya hasilnya pun sia-sia.
7. Desa Tanpa Kasur
http://farm6.static.flickr.com/5175/5397543153_955d18f501.jpg
dusun kasuran adalah salah satu dusun yang yang ada di desa margodadi kecamatan sayegan, sleman. Sepintas emang gak beda sama dusun yang laen gan, tapi satu hal yang membedakan adalah mayoritas penduduknya gak tidur diatas kasur.
Tradisi ini udah berlangsung turun-temurun sejak jaman nenek moyang, dan gak cuma ditaati oleh orang-orang yang udah sepuh, tapi juga orang-orang muda dan anak-anak. Meyoritas warga tidur hanya beralaskan tikar atau dipan yang gak ada kasurnya.
Kebiasaan ini tentunya bukan tanpa alasan, mitosnya aturan agar warga gak tidur diatas kasur merupakan perintah dari Sunan Kalijaga. Dusun ini dulunya emang pernah disinggahi Sunan Kalijaga ketika melakukan perjalanan untuk menyebarkan agama Islam. Sunan Kalijaga berjalan dari Godean menuju arah utara, antara lain melewati Dusun Grogol dan Tuksibeduk. Sampai di Kasuran sekitar pukul 13.00-14.00 Sunan Kalijaga merasa sangat lelah. Kemudian dia meminta salah satu warga agar menggelarkan kasur untuk istirahat.
Ketika akan melanjutkan perjalanan, Sunan Kalijaga berpesan agar warga jangan sekali-kali tidur diatas kasur. Pesan tersebut masih dilaksanakan sampe sekarang, bukan hanya buat penduduk asli tapi juga buat penduduk baru.
Trus bagaimana kalo dilanggar? menurut pengakuan penduduk setempat biasanya akan terjadi hal-hal yang aneh. Seperti yang terjadi pada 11 orang mahasiswa yang sedang KKN di daerah ini, sebelumnya mereka udah diberitahu tentang peraturan tak tertulis yang dipercaya masyarakat, tapi gak tau apakah mereka bener-bener percaya atau hanya manggut-manggut tapi dalam hati menolak. Alhasil menjelang tengah malam 4 orang mahasiswa teriak-teriak histeris, teman-temannya mengira 4 orang ini masuk angin, setelah dipanggilkan dokter kondisi mereka tetap sama, setelah dipanggilkan sesepuh barulah mereka bisa tenang.
Kisah lain, salah satu warga Kasuran menidurkan anaknya yang masih kecil di atas kasur. Tanpa diketahui sebabnya anak tersebut tiba-tiba mengalami panas tinggi, menangis dan berteriak tanpa sebab yang jelas, setelah ditidurkan di ‘jogan’ (lantai) baru berhenti menangis.

Upacara Persembahan Wanita Yang Kejam di China

Sebuah desa terpencil di China, tiap tahun menjelang imlek, mereka melakukan pesta pemotongan daging secara besar2an.
Bagi mereka, DAGING merupakan makanan mewah yg susah dijangkau. Hingga mereka hanya bisa memakannya tiap tahun sekali saja & hanya pada hari imlek tsb.
Desa terpencil ini berada di china. Walau terpencil, namun setiap wisatawan yg ingin ke salah satu tempat wisata di china, bakal melewati desa tsb.
Jika mereka menemukan wisatawan wanita, mrk akan menangkap si wanita tsb kemudian diikat. Apabila wanita tsb masih VIRGIN, mereka ga boleh mendekatinnya. Karena bagi mereka, bagian SENSITIF wanita akan lebih wangi dibanding yg bukan virgin.
Menjelang imlek, wanita tsb akan dibunuh & badan dia akan dijadikan DAGING PERSEMBAHAN oleh warga mereka.
Kemudian wanita itu di telanjang & kaki tangannya diikat ketat, dimandikan & dibawa ke tempat persembahan mereka, kemudian upacara pemotongan.

Proses Kejam Memasak Kucing Untuk Soup di China

Jagat maya dihebohkan dengan berita tentang proses memasak kucing untuk disajikan di salah satu restoran di Guangzhou, China. Proses memasak sop kucing itu bisa dilihat dari foto-fotonya. Sebenarnya foto-foto tersebut sudah lama beredar dan kami pun sempat mempostingnya beberapa bulan lalu. Tapi saat ini berita dan foto tentang proses memasak sup kucing dengan cara merebus kucing hidup-hidup sudah semakin menyebar luas di berbagai website di China dan Inggris. Dan bukan tidak mungkin dalam waktu singkat berita dan foto-foto itu akan menyebar lewat internet ke seluruh dunia.Ada berbagai teknik dalam memasak hewan kucing ini. Ada yang lebih dulu dipukuli sampai mati, ada pula yang direbus hidup-hidup. Menurut cerita, orang Cina memang suka makan daging kucing karena dianggap bagus untuk kesehatan dan bisa menyeimbangkan unsur “Yin” dan “Yang” dalam tubuh manusia. Foto-foto sup kucing atau sop kucing di China dan Taiwan juga proses pembuatannya bisa dilihat pada gambar di bawah ini :




Melihat berbagai jenis
makanan yang tak lazim disantap di China dan Taiwan, mungkin ini disebabkan karena orang-orang disana sangat terobsesi dengan kesehatan, umur panjang dan keseimbangan unsur “Yin” dan “Yang” dalam tubuh, sehingga segala jenis makanan apapun dimakan asal stamina tetap fit dan sehat. Tapi jika dipikir-pikir, apa ini sebanding? mie instant Indomie dilarang untuk dimakan, sementara mereka mengkonsumsi makanan dari bahan yang berupa bayi atau janin yang baru lahir dan juga kucing, binatang peliharaan yang banyak digemari orang.

Minggu, 26 Juni 2011

Telaga Sarangan

Telaga Sarangan yang juga dikenal sebagai telaga pasir ini adalah sebuah telaga alami yang terletak di kaki Gunung Lawu, di Kecamatan Plaosan, Kabupaten Magetan, Jawa Timur. Berjarak sekitar 16 kilometer arah barat kota Magetan. Telaga ini luasnya sekitar 30 hektar dan berkedalaman 28 meter. Dengan suhu udara antara 18 hingga 25 derajat Celsius, Telaga Sarangan mampu menarik ratusan ribu pengunjung setiap tahunnya.
telaga-saranganTelaga Sarangan merupakan obyek wisata terkenal andalan Magetan. Di sekeliling telaga terdapat dua hotel berbintang, 43 hotel kelas melati, dan 18 pondok wisata. Di samping puluhan kios cendera mata, pengunjung dapat pula menikmati indahnya Sarangan dengan berkuda mengitari telaga, atau mengendarai kapal cepat. Fasilitas obyek wisata lainnya pun tersedia, misalnya rumah makan, tempat bermain, pasar wisata, tempat parkir, sarana telepon umum, tempat ibadah, dan taman.
Keberadaan 19 rumah makan di sekitar telaga menjadikan para pengunjung memiliki banyak alternatif pilihan menu. Demikian pula keberadaan pedagang kaki lima yang menawarkan berbagai suvenir telah memberikan kemudahan kepada pengunjung untuk membeli oleh-oleh. Hidangan khas yang dijajakan di sekitar telaga adalah sate kelinci.
Magetan juga tertolong dengan adanya potensi industri kecil setempat yang mampu memproduksi kerajinan untuk suvenir, misalnya anyaman bambu, kerajinan kulit, dan produk makanan khas seperti emping melinjo dan lempeng (kerupuk dari nasi).
Telaga Sarangan juga memiliki layanan jasa sewa perahu dan becak air. Ada 51 perahu motor dan 13 becak air yang dapat digunakan untuk menjelajahi telaga.
Telaga Sarangan memiliki beberapa kalender event penting tahunan, yaitu labuh sesaji pada Jumat Pon bulan Ruwah, liburan sekolah di pertengahan tahun, Ledug Sura 1 Muharram, dan pesta kembang api di malam pergantian tahun.
Pemkab setempat tengah membuat proyek jalan tembus yang menghubungkan Telaga Sarangan dengan obyek wisata Tawangmangu di Kabupaten Karanganyar. Proyek pelebaran dan pelandaian jalan curam yang menghubungkan dua daerah tersebut diharapkan selesai tahun 2007.
Obyek wisata ini dapat ditempuh dari Kota Magetan; dan lokasinya tak jauh dengan Air Terjun Grojogan Sewu, Tawangmangu (Kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah).
Pemkab Magetan juga ingin mengembangkan Waduk Poncol (sekitar 10 kilometer arah selatan Telaga Sarangan) sebagai obyek wisata alternatif dan sebagai sarana untuk menanggulangi kekurangan air di beberapa daerah di Kabupaten Magetan.
(sumber : wikipedia)

Arti Lambang Kabupaten Magetan

Arti Lambang Kabupaten Magetan


logo magetan
BENTUK GAMBAR DAN LAMBANG
Bentuk keseluruhan adalah kulit dari seekor ternak, suatu ciri khas dari Daerah Kabupaten Magetan yang termasyur dalam hal kerajinan kulit

ISI GAMBAR/LAMBANG
  • Bintang
Melambangkan bahwa penduduk Kabupaten Magetan meyakini dan berbakti kepada Tuhan Yang Maha Esa. Disamping itu juga merupakan suatu idea atau cita-cita yang tinggi dengan berlandaskan Pancasila
  • Keris
Keris merupakan pusaka yang keramat bagi bangsa Indonesia pada umumnya dan melambangkan suatu kewibawaan. Keris dibuat berliku (atau dalam istilah jawa adalah luk) lima berarti bahwa kewibawaan akan dimiliki apabila selalu mengamalkan Pancasila
  • Gunung dan Asab
Gunung Lawu dan asapnya merupakan gunung yang tertinggi dan terbesar dalam daerah Kabupaten Magetan, menggambarkan kemegahan dan kesuburan tanahdaerah
  • Telaga Pasir
Merupakan kebanggan daerah, sumber kemakmuran dan obyek pariwisata
  • Padi dan Kapas
Melambangkan suatu idea (cita-cita) kemakmuran
  • Roda Bergerigi (hanya sebagian yang terlihat)
Menggambarkan kegiatan kerja para karyawan dengan segenap lapisan masyarakat lainnya untuk mencapai cita-cita diatas.
PERPADUAN DARI ISI GAMBAR / LAMBANG
Perpaduan antara sinar, bintang dan keris, kapas dan padi mengandung arti bahwa rakyat daerah Kabupaten Magetan adalah pendukung Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945. Hal ini dinyatakan dengan :
Sinar yang memancar dari keris dan bintang sebanyak 17 berkas, menyatakan tanggalnya yaitu 17. Bulan Agustus digambarkan dengan kapas sebanyak 8 buah. Sedangkan butir padi yang berisi 45 buah biji padi merupakan angka tahun kemerdekaan kita bangsa Indonesia yaitu tahun 1945.
WARNA-WARNA YANG MENGANDUNG MAKNA
  • Hijau dan Kuning
Hijau dan Kuning adalah warna pertanian. Hijau tua adalah warna dari tanaman-tanaman yang subur, sedangkan kuning adalah warna dari padi-padi yang telah tua.
  • Kuning Emas
Warna kuning emas melambangkan keseluruhan kepribadian bangsa Indonesia
JIWA DAN MAKNA LAMBANG
Dengan memperhatikan uraian/penjelasan tersebut diatas dapat ditarik suatu kesimpulan tentang jiwa serta makna lambang, bahwa Pemerintah Daerah Kabupaten Magetan dengan segala lapisan masyarakatnya selalu siap mempertahankan dan mengisi kemerdekaan dengan berpedoman pada Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.

Model Amatir

SINOPSIS
Berawal dari satu pemotretan.  Seorang fotografer dan seorang model.
 Story codes
MF, M+/F, bd, cons, exhib, humil
DISCLAIMER
  • Cerita ini adalah fiksi dan berisi adegan-adegan yang tidak pantas dibaca mereka yang belum dewasa, jadi jika pembaca masih belum dewasa, harap tidak melanjutkan membaca. Penulis sudah mengingatkan, selanjutnya adalah tanggungjawab pembaca.
  • Semua tokoh dalam cerita ini adalah fiktif. Kemiripan nama tokoh, tempat, lembaga dan lain-lain hanyalah kebetulan belaka dan bukan kesengajaan.
  • Sebagian tokoh dalam cerita ini digambarkan memiliki latar belakang (profesi, kelas sosial, suku dll.) tertentu. Tindakan mereka dalam cerita ini adalah fiksi dan belum tentu menggambarkan orang-orang berlatar belakang serupa di dunia nyata.
  • Pemerkosaan, pelecehan seksual, KDRT, dan trafiking di dunia nyata adalah kejahatan dan penulis menentang semua itu.  Penulis harap pembaca cukup bijak untuk dapat membedakan dunia nyata dan khayalan. 
  • Penulis tidak memperoleh keuntungan uang apapun dari cerita ini dan tidak memaksudkan cerita ini dijadikan sumber pendapatan bagi siapapun.
 Cerita ini diadaptasi dari beberapa cerita lain di asstr dot org.  Terima kasih juga untuk Anne dan Tyas yang memberi ide buat perkembangannya.
Ada komentar? Ide cerita? Mau diposting di situs anda?  Silakan kontak penulis di ninjaxgaijinATyahoo dot com.  Selamat membaca.
 Model Amatir
-Ninja Gaijin-
##################################
BAGIAN 1

Belinda
Belinda

“Pa, boleh minta bantuannya nggak?”
“Ada apa, sayang?”
“Papa tahu temanku Belinda nggak?  Dia kemarin bilang ke aku, pengen bikin foto profesional.  Papa kan biasa motret, bisa nggak Papa motret dia?”
Aku menoleh dari koran yang sedang kubaca. Kulihat putriku dengan ekspresi muka memohon, sesudah menyampaikan permintaannya tadi.  Belinda itu teman kuliahnya. Aku sendiri memang suka memotret—tapi bukan fotografer profesional.  Buatku fotografi cuma hobi.  Lumayan untuk ngisi waktu dan kesepian hati sesudah menduda. Oh ya, aku belum perkenalkan diri. Namaku Gamal. Duda umur 40-an tahun. Sepuluh tahun lalu, waktu perjalanan keluar kota bersama istri dan putri tunggalku, Hedy—
yang tadi bicara denganku—mobil kami mengalami kecelakaan di jalan tol, menabrak truk. Hedy tidak apa-apa, tapi istriku meninggal dan aku sendiri luka berat. Jadilah selama ini kami tinggal berdua, aku membesarkan Hedy sendirian sampai sekarang dia baru masuk kuliah. Di antara teman kuliahnya, ada yang bernama Belinda, yang tinggal tak jauh dari rumah kami. Belinda indekos di satu rumah besar tetangga kami yang diubah jadi rumah kos; orangtuanya ada di lain pulau, tapi Belinda sepertinya kurang dekat dengan mereka. Belinda dan Hedy cukup akrab, mereka sering jalan bareng, bahkan Belinda pernah ikut liburan bersamaku dan Hedy. Waktu itulah aku pertama kali memotret Belinda, biarpun tak serius karena hanya foto liburan.  Kudengar dari Hedy, Belinda sudah punya pacar tetap dan mereka menjalin hubungan lumayan lama, setahun lebih. Pacarnya mahasiswa universitas lain.
“Ummm… oke.  Papa lagi banyak waktu luang sih.  Kapan dia mau dipotretnya?”
“Sore ini bisa?” tanya Hedy sambil memencet-mencet HP-nya, sepertinya sambil komunikasi dengan Belinda.
“Boleh,” kujawab.

*****
Sore itu aku ke tempat Belinda. Dia tinggal di satu rumah kos berlantai tiga yang lumayan eksklusif.  Kalau dari cerita Hedy, Belinda itu anak orang kaya atau pejabat di pulau seberang, makanya dia mampu bayar sewa kos yang mahal.  Belinda tinggal di satu kamar di lantai tiga. Aku sudah bawa “peralatan tempur”, tas kamera di satu tangan dan tripod di tangan satunya. Belinda membuka pintu.
“Eh, Om Gamal.  Makasih ya udah datang.  Ayo, masuk,” sambutnya.
Harus diakui, Belinda gadis yang berpenampilan menarik.  Kulitnya agak gelap tapi mulus, tubuhnya jangkung, rambutnya kecoklatan alami.  Jujur, anakku sendiri, Hedy, kebanting dengan temannya ini. Di cara bicara Belinda, terselip logat yang menunjukkan daerah asalnya. Aku masuk ke kamar kos Belinda lalu melihat sekeliling. Luas dan kelihatan cukup mewah.
“Mau minum dulu, Om?” Belinda menawarkan.
“Oh, gak usah repot-repot,” kujawab basa-basinya.
Ketika itu Belinda mengenakan gaun santai merah bermotif kembang, tanpa lengan dan panjangnya mencapai di atas lutut, dan kedua kakinya dibungkus stoking.  Dia juga sudah mengenakan make-up tipis, siap difoto.
“Silakan duduk dulu, Om,” kata Belinda sambil menggerakkan tangan ke arah sofa di tengah ruangan.  Aku duduk di sana, Belinda duduk di sebelahku.
“Apa Hedy udah jelasin aku mau difoto gimana?” tanya Belinda.
“Nggak tuh Bel, dia cuma bilang kamu minta difoto.”
“Nah, gini Om,” Belinda tersenyum sementara kedua tangannya saling genggam.  “Pacarku, Agus, besok ulang tahun.  Jadi emm… aku mau ngasih hadiah buat dia.”
Oh, ternyata hadiah ulang tahun. Buat pacar. Aku jadi nyengir sendiri membayangkan apa yang mau diberikan Belinda buat pacarnya si Agus itu. Dengan malu-malu dan memutar-mutar Belinda menjelaskan hubungannya dengan Agus, dan gagasan foto apa yang mau dia buat.  Dia tidak perlu memberitahuku langsung, tapi aku sudah menangkap bahwa Belinda ingin membuat foto sensual untuk pacarnya itu.  Aku senyam-senyum mengerti.
“Oke, ayo kita mulai,” kata Belinda.
“Di mana nih fotonya?”
“Kayaknya kalau di balkon bagus juga,” usul Belinda.
Di kamar kosnya ada balkon sempit yang menghadap samping, ke arah rumahku.  Lingkungan kami rada sepi, jadi dia tidak perlu kuatir ditonton orang.  “Mumpung masih terang.”
“Iya, pakai pencahayaan alami kayaknya bagus juga,” celetukku.

Belinda berdiri dari sofa dan membuka pintu ke balkon. Kupasang tripod dan kukeluarkan kamera. Kubidikkan kamera ke arah Belinda yang sedang menyisir rambutnya di balkon. Agar pemotretan lebih stabil, aku sudah berencana tidak memotret dengan memencet tombol rana di badan kamera, tapi kupasang remote control berkabel cukup panjang ke kamera.
“Udah siap.  Kita coba, ya?”
Sore itu berangin.  Rambut Belinda yang lurus kecoklatan berkali-kali tertiup menutupi wajahnya.  Bando yang menahan rambutnya tidak membantu.  Dan—angin dingin itu juga membuatku sadar bahwa Belinda tidak sedang memakai bra. Puting gadis itu mencuat di balik gaun tipisnya…
“Malah jadi ribet nih, Om,” Belinda terkikik sambil mencoba merapikan rambutnya. Anginnya tidak membantu.
“Kalau di sofa aja gimana?” usulku.
Belinda menutup lagi pintu balkon, lalu berjalan dan menjatuhkan diri di sofa ke posisi duduk menyilangkan kaki. Gaunnya tersibak menampilkan pahanya yang mulus. Kupindahkan tripod.
“Oke, kita coba lagi ya.  Senyum,” kataku.
Belinda tersenyum malu-malu dan mulai berpose. Aku mulai mengambil beberapa potret. Anak ini ternyata ada bakat juga jadi model, harus diakui dia pintar membawa diri di depan kamera. Dan kuperhatikan juga pose-nya makin lama makin menggoda. Pahanya yang mulus itu dia umbar. Satu kali dia sengaja merenggangkan pahanya cukup lebar, sehingga celana dalamnya mengintip. Setelah mengambil kira-kira dua belas foto, Belinda bilang dia mau ganti baju. Dia masuk ke kamarnya sementara aku melihat foto-foto yang barusan. Ketika Belinda keluar lagi, aku kaget melihat penampilannya yang lebih seksi. Dia sekarang mengenakan atasan tank-top tipis putih (sehingga payudaranya terlihat membayang) dan rok mini hitam tipis berenda.

Mukanya memerah waktu dia sadar aku memandanginya, tapi tak lama kemudian tanpa malu-malu dia kembali berpose.  Aku sendiri sudah beberapa kali memotret foto seksi, jadi biasa saja dengan penampilan dia.  Meskipun harus diakui juga tubuh Belinda pasti menggiurkan laki-laki normal manapun yang memandangnya.  Rasanya nggak profesional, tapi aku terangsang juga.  Apalagi pose-posenya makin lama makin seksi.  Berdiri berkacak pinggang dengan kaki merentang.  Menggoda dengan memerosotkan satu tali bahu tank-top.  Atau menaikkan tank-top sampai batas bawah payudara.
“Aku ganti kostum sekali lagi ya Om,” kata Belinda sambil tersenyum nakal.
Dia masuk kamar sementara aku berusaha meredakan sensasi yang mulai muncul.  Celakanya, Belinda justru muncul dengan satu set lingerie pink-hitam, bra dan celana dalam.  Lama-lama aku merasa iri juga dengan si Agus pacarnya itu. Belinda pasti cinta berat kepada dia, sampai-sampai mau ngasih hadiah foto-foto seksi seperti ini. Kali ini Belinda berposisi merangkak di atas sofanya, dan dia sudah melepas bando sehingga rambut panjangnya jatuh membingkai wajahnya. Belasan foto kuambil selagi Belinda bergonta-ganti pose, dan lensa kameraku menikmati mulusnya kulit dan bulatnya bokongnya. Ekspresi Belinda sulit digambarkan, malu-malu sekaligus berani.  Dia menatapku dan aku mengangguk tersenyum.  Biarpun pekerjaan ini pasti tidak dibayar, foto-fotonya saja sudah jadi imbalan yang memadai.
“Oke, udah cukup banyak nih.  Kamu mau lihat?” Kuhentikan sebentar sesi pemotretan.
Belinda langsung beranjak dari sofa ke sampingku di belakang kamera.  Dia cukup dekat sehingga aku bisa mencium wewangian yang dia pakai.  Kami melihat satu per satu foto yang sudah diambil.
“Seksi nggak, Om?” pertanyaan Belinda telak, tapi anehnya tidak membuatku terkejut.
“Ya… lumayan,” jawabku setengah jujur.  Takutnya kalau kujawab ‘iya, seksi banget’ dia bisa tersinggung.

“Tahu nggak, Om, semua yang kupakai hari ini tuh hadiah dari Agus.  Makanya aku rancang balasannya seperti ini, foto-fotoku pakai baju dari dia.  Dia bakal suka kan, Om?” kata Belinda.
Dari celetukan itu saja aku bisa menakar hubungan antara Belinda dan Agus.  Jelas cukup akrab dan intim sehingga Agus tak sungkan memberi hadiah pakaian dalam seksi untuk pacarnya. Berani taruhan, mereka berdua pasti sudah berhubungan badan. HP Belinda yang dari tadi ada di atas meja berbunyi.  Belinda mengambilnya, dan melihat siapa yang menelepon.
“Agus,” katanya sambil tersipu.
Dia menjawab panggilan telepon sambil berdiri agak jauh dari posisiku.  Masih mengenakan set pakaian dalam pink-hitam yang diberikan si penelepon.
“Halo sayang…”
Aku tidak menyimak obrolan mereka, daripada nguping lebih asyik melihat-lihat lagi foto-foto seksi Belinda. Rasanya tidak sabar ingin memindahkan semuanya ke komputer biar bisa ditampilkan di layar yang lebih besar. Tapi secuplik-secuplik kata-kata sepasang kekasih itu terdengar juga.
“Lagi… difoto.”
“Kamu lagi ngapain yang?”
“Apa…?”
“Kok… kok gitu sih?”
“Kok kamu gitu sih??”
“…”
“Brengsek!!”
Heh?  Kok jadi begini? Belinda membanting HP-nya, lalu dia berlari masuk kamar dan membanting pintu. Terdengar jeritan. Aku tidak tahu harus berbuat apa, jadi aku cuma duduk bengong di tempat. Beberapa menit kemudian Belinda kembali, sesenggukan dan matanya basah.
“Maaf, Om…*hiks*” ujarnya di sela isak tangis.
“Nggak apa-apa, Bel… Kabar kurang enak kah…?”
“Parah Om…” kata Belinda dengan nada pilu.  “Dia… Agus… tega banget dia.  Padahal aku udah percaya banget ama dia… sampai aku rela ngasih semuanya buat dia…”
(Betul kan dugaanku tadi?  Perawannya Belinda sudah diambil sama si Agus.)
“Tapi tadi dia putusin aku!”
“Eee…”
“Dia ngaku dia jalan sama cewek lain, teman sekampusnya.  Udah sebulan.  Padahal… aku kurangnya apa…?? Huu~hhh…”  Air mata Belinda kembali mengalir.

Gamal
Gamal

Di depanku ada seorang gadis yang menangis. Mau bagaimana lagi.  Refleksnya laki-laki ya pasti akan berusaha menghibur. Dan tahu-tahu saja aku sudah merangkul Belinda, mengusap-usap punggung dan rambutnya.  Belinda membenamkan mukanya ke dadaku.
“Kenapa ya Om…” isak Belinda.  “Kenapa si Agus tega ninggalin aku?”
Mana aku tahu?  Tapi ya aku nggak tega bilang begitu sama Belinda yang sedang sedih dan shock.  Tapi, ya, Belinda baru umur 18.  Agus, yang anak kuliahan juga, pastinya seumuran.  Cowok umur segitu masih labil. Bisa saja si Agus bosan, atau nemu tantangan baru, atau takluk sama rayuan cewek yang lebih agresif—
“Tadi dia bilang dia sekarang udah jadian sama Viani… Viani tuh temen sekampusnya… dasar brengsek, dia selama ini bilang Viani temen biasa aja… *hiks* cewek kurang ajar, mentang-mentang bisa ketemu setiap hari… Apa dia gak tau Agus udah punya aku?  Uhh… huhuhu…”
Susah juga berusaha menenangkan Belinda sementara celanaku mulai terasa sempit tidak karuan gara-gara tubuh Belinda yang cuma pake lingerie nempel ke tubuhku—
“Om…” tanya Belinda, “Sebenarnya aku cantik nggak sih?”
Waduh.  Pertanyaan bahaya.
“Iya, Bel, kamu cantik kok.  Cantik banget.”
Waduh.  Kok aku jawabnya begitu? Wajah Belinda yang tadi menempel di dadaku sekarang menghadap langsung ke wajahku.
“Bener, Om…?” pertanyaannya menuntut kepastian.
Aku mengangguk.  Duh, wajahnya terlalu dekat.
*cup*
Tiba-tiba saja Belinda mengecup bibirku.
“…hmm…” desahnya.
Waduhhhh,.tampangku pasti sudah seperti orang bego.  Aku melongo gara-gara tindakan Belinda barusan.  Ini… mestinya… salah nggak sih?  Terima ciuman dari cewek yang seumuran dengan anakku sendiri?  Pacar orang pula.  Eh, tunggu. Dia barusan diputus pacarnya. Jadi sudah mantan pac—Sebelum pikiranku sempat melanjutkan, Belinda sudah meneruskan kecupannya tadi dengan ciuman yang lebih hangat.  Bibir dan lidahnya memaksa bibirku menerima. Ciuman seseorang yang sedang tertekan dan butuh pelampiasan. Dan bibirku tidak melawan. Ada bagian otakku yang langsung menjerit melarangku macam-macam, tapi suara bagian itu dibungkam bagian lain yang menyuruh menikmati saja. Lagipula ciuman Belinda sungguh nikmat… sampai-sampai aku merangkul pinggangnya erat-erat, enggan melepas dia ketika dia melepas bibirnya dari bibirku.

Belinda tersenyum sesudah ciuman itu. Dia mengelus dadaku.
“Om,” bisiknya, “Aku tanya lagi.  Menurut Om aku seksi nggak?”
“Nggak, eh, iya, kamu seksi, Bel.  Dari pertama kali masuk juga aku udah perhatiin.”
Kacau… Jawabanku nggak terkontrol.  Belinda nyengir malu-malu lagi mendengarnya.
“Om… aku masih mau ngirimin foto ke si Agus, tapi foto lain lagi.  Biar dia tahu rasa.  Masih mau bantuin aku kan, Om?”
“Hmm… kayak gimana nih?” Aku mulai menebak-nebak.
“Aku pengen bikin foto yang bakal buat dia jealous.  Biar dia nyesel mutusin aku,” kata Belinda sambil tersenyum nakal. Dia kembali naik ke sofa. Lalu dia membuka bra-nya sehingga payudaranya terlihat.
“Biar ngiler dia lihat ini,” gumam Belinda, nadanya penuh dendam.  Nggak usah si Agus, aku saja sudah ngiler melihatnya.  Kupotret dia satu kali.
“Coba lihat, Om,” Belinda mendekat, memeriksa foto yang barusan diambil.  Kuperhatikan di foto itu ekspresi matanya tajam sekali.
“Ah… kurang.  Agus udah tahu aku kayak apa kalau telanjang.  Huffh…”
Tapi aku baru tahu, Bel.
“Jadi gimana nih?” Emm, sebagai ayah temannya, apa aku mestinya ngasih nasihat yang lebih bijak? Bukan malah ikutan apapun yang dia rencanakan?
“Kalau dia bisa ngerangkul cewek lain, aku juga bisa nyari cowok lain,” kata Belinda.  “Om… apa Om keberatan sama ciumanku tadi?”
“…”
“Aku… mau minta bantuan Om yah?”
Suara kecil di otakku yang dari tadi memperingatkan sudah tenggelam ditelan aliran darah yang menggelora ke seluruh tubuh dan kemaluan…
“Kamu… perlu apa, Bel?”
“Aku mau foto sama Om.  Biar Agus cemburu.”
“Oke… foto kayak gimana tapinya?”
“Kameranya ada remote control kan?  Sini Om, duduk di sebelah aku,”  Belinda kembali duduk di sofa, menyediakan tempat di sampingnya.
Aku jaga-jaga dulu.  “Bel, aku ga masalah, tapi nanti mukaku sendiri kusamarin ya?  Aku ga mau aku sendiri kena masalah sama Agus atau yang lain.”
“Gak masalah Om,” kata Belinda tegas.  Aku jalan ke sofa dan duduk di sebelah Belinda.
“Om rangkul aku sambil pegang tetek aku ya.”
Siapa juga yang bakal nolak?  Aku duduk di sebelah kiri Belinda, jadi kulingkarkan lenganku ke belakang punggungnya dan tanganku menjamah payudaranya.  Hangat, empuk, dan pentilnya terasa keras di antara jariku.

“Oke, foto.”
Kupencet tombol remote dengan tangan kiri.  Belinda langsung memeriksa hasilnya.
“Kurang… Barangkali kalau lebih mesra lagi?” komentarnya.
“Misalnya seperti gimana?”
“Mungkin kalau aku pegang burungnya Om?”
“Emm…” Tapi sebelum aku bisa menjawab, Belinda malah sudah berinisiatif membuka resleting dan merogoh ke dalam celana. Dia tarik penisku yang sudah ereksi keluar dari celana dalam.
“Wah… Panjang banget Om… Punya si Agus aja cuma sepanjang pangkal kepalanya punya Om.  Pasti bakal bikin dia ngiri!”  Belinda menggenggam pangkal kejantananku sambil menoleh ke arah kamera, lalu berkata, “Foto Om.”
Aku memencet tombol.  Belinda langsung memeriksa hasilnya.
“Hmm, lumayan, kayak kelihatan lagi ngocokin Om.”
Sebenarnya belum, karena tangan Belinda diam saja tadi.
“Ah, gini aja!  Aku duduk di pangkuan Om.”  Lalu dia benar-benar mau lakukan apa yang dia katakan.  “Om buka baju ya?”
Dan aku masih terus mengikuti apa maunya. Kubuka baju dan celanaku, sementara dia sendiri melepas celana dalamnya.
“Celana dalamnya juga sekalian Om,” pinta Belinda.
Kupelorotkan celana dalamku, lalu aku duduk kembali.  Belinda lalu duduk mengangkang di pangkuanku, memunggungiku. Kemaluanku mencuat di depan perutnya.
“Ah, nanggung.  Sekalian aja bikin kayak aku mau dientot sama Om, ya?”
Huihh… makin lama makin parah. Atau makin asyik?  Sekarang Belinda mengangkat sedikit tubuh bawahnya, mengangkang di atas ereksiku. Dia menggenggam kepala burungku, menaruhnya di depan bibir kemaluannya.  Ketika dia melepas genggaman, penisku malah terkulai ke depan.
“Eh, kok malah copot… Mesti dijepit nih…”
Dia meraih kepala burungku lagi, kali ini mendorongnya ke dalam lipatan bibir vagina yang terasa lembab.

“Foto Om,” katanya.
Terdengar suara klik dari tombol remote yang kutekan. Tapi pada saat yang sama kurasa jepitan kemaluan Belinda bergeser menelan seluruh kepala burungku.
“Foto lagi,” suruhnya.
Dia turun makin jauh, mulutnya mengeluarkan suara mendesis. Sekarang sudah setengah batangku di dalam vaginanya.
“Bel?” tanyaku dengan agak khawatir.  “Kayaknya kalau begini udah bukan pura-pura lagi deh?”
“Aku tahu, Om.  Biarin aja.  Foto terus.”
Tubuh Belinda turun lagi.  “Uunhh…” lenguhnya selagi akhirnya keseluruhan kejantananku masuk ke dalam kewanitaannya.  Sial… kejadian juga kan, aku nyodok cewek yang seumuran anakku…
“Om pinjam remote kameranya…” kata Belinda sambil terengah.  Untungnya dia tidak bergerak-gerak, tapi batangku terasa nyaman dalam jepitan daging kemaluannya yang hangat.  Belinda mengambil sendiri beberapa foto, lalu dia bertanya.  “Eh kameranya bisa rekam video juga nggak?”
“Emm, bisa sih, pake tombol yang itu…” sambil kutunjukkan tombol untuk mengubah kamera ke mode video dan merekam.  Belinda langsung mencobanya.  “Udah bisa kan?”
Posisi kamera tepat di depan Belinda, sehingga wajahku ketutupan. Satu lampu kecil di kamera menyala, menunjukkan sedang merekam video. Belinda menatap ke lensa kamera, mencibir, mengacungkan jari tengah ke arah lensa. Lalu dia mulai bergerak naik turun.
“Eh, eh…” Aku kaget juga.  Gawat, si Belinda sekarang tidak cuma bikin foto seksi tapi juga video porno dan aku ikut jadi pemerannya??
“Oh, oh… oohh…” desahan dan lenguhan Belinda mulai terdengar.  Tanganku bergerak sendiri menggenggam pinggang Belinda dan meremas payudaranya dari belakang.
“Oh… terus Om… panjang bangeth… ssh…”
“Ah… oh… aduh dalam banget… Bel ga pernah dimasukin sedalem ini Om…”

Sudah kepalang tanggung, nasi sudah jadi bubur, kumakan saja buburnya sekalian. Sekarang kedua tanganku meremas-remas buah dada Belinda dan menarik-narik kedua putingnya. Ulekan pinggul Belinda makin gencar di pangkuanku. Sudah lama aku tidak bersetubuh… dan sekalinya bersetubuh, dapat yang seperti ini.
“Ah… Bel, Om mau keluar, ayo kamu cabut…”
Untung Belinda cepat bereaksi. Dia langsung melepaskan diri, tepat ketika spermaku muncrat dari batang yang sedang tegak itu. Nggak lucu kan kalau keluar di dalam, terus tahu-tahu dia hamil. Mau taruh di mana mukaku depan Hedy kalau teman baiknya dihamili papanya sendiri. Semburan pejuku rupanya cukup kencang sehingga menerpa sampai dada dan muka Belinda.  Aku nggak terpikir untuk bertanya dia dapat orgasme atau tidak; sepertinya belum. Belinda menyetop fungsi perekam video, lalu duduk di depan kamera sambil masih memegang remote, dan beberapa kali memotret dirinya sendiri.
“Gimana… Udah cukup, Bel?” tanyaku.
“Kayaknya udah Om.  Langsung pindahin ke komputerku aja ya?”
Belinda berjalan terhuyung-huyung ke kamarnya. Aku ikut. Foto-foto dan video yang kami ambil langsung pindah ke komputer Belinda. Lalu sambil bersantai, kami lihat satu per satu foto yang diambil, mulai dari Belinda yang masih bergaun motif kembang sampai foto-foto terakhir yang ternyata memperlihatkan cipratan benihku di muka dan dada Belinda. Kami juga menonton video pendek yang tadi Belinda ambil.
“Hihihi, Om bisa muncrat sampai jauh begitu yah,” goda Belinda sambil mencubit lenganku.  Aku ketawa-ketawa saja.
“Jadi… mana yang mau dikirim buat Agus?” kutanya.
“Nggak satupun,” kata Belinda.  “Dipikir-pikir, buat apa juga.  Paling-paling dicuekin.  Biar aja dia sama si Viani.  Foto-foto ini biar kusimpan aja ya, Om?”
“Silakan aja. Berarti mukaku masih perlu disamarin nggak?”
“Buat apa… Kan yang bakal lihat cuma kita berdua,” goda Belinda sambil mengecup pipiku.  Sebagian besar foto yang sudah pindah ke komputer Belinda kuhapus dari memori kameraku; kusisakan sedikit saja foto Belinda yang berpakaian lengkap, untuk ditunjukkan ke Hedy kalau perlu. Wah, bakal jadi bagaimana hubunganku dengan Belinda?

*****
BAGIAN 2

Ternyata urusanku dengan Belinda tidak berhenti sesudah pemotretan di kamar kosnya. Sebulan sesudah pemotretan pertama itu, Belinda menghubungiku lagi, memintaku memotretnya untuk portofolio. Tapi setelah kami berdiskusi lewat telepon, aku sadar bahwa tema yang dia minta memerlukan peralatan dan studio yang aku tak punya. Jadi aku coba hubungi beberapa teman yang fotografer profesional, berharap ada yang mau meminjami studio. Jordy, salah seorang teman yang biasa mengajariku trik-trik fotografi, bersedia meminjamkan studionya asal dia dibolehkan ikut memotret. Kami janji bertemu di studio milik Jordy satu siang.  Selagi membuka pintu mobil dan melangkah keluar menenteng tas kamera, aku berjanji kepada diri sendiri bahwa keintiman seperti yang terjadi dengan Belinda terakhir kali aku memotret dia tidak akan berulang. Aku sendiri nyaris menolak permintaan Belinda, tapi dia bilang cuma aku fotografer yang bisa dia percaya. Lagi pula, kami sama-sama suka foto-foto dari sesi pertama itu.  Barangkali dia merasa cocok denganku. Aku masuk ke studio Jordy dan mendapati Belinda sedang ngobrol dengan Jordy. Belinda memakai kimono putih berbahan handuk. Wajahnya sudah bermake-up, siap untuk pemotretan. Dan aku tak bisa melawan rasa penasaranku, ingin tahu apa yang dia pakai dan tidak pakai di bawah kimono itu. Mata Belinda membelalak.
“Eh, Om Gamal.  Aku udah nyampe dari tadi, ini lagi ngobrol sama Om Jordy.”
Dia berdiri menghadapku dan merentangkan lengan seolah-olah menawarkan pelukan, tapi kemudian dia mundur, seperti ragu-ragu.  Bagus juga sih kami tidak pelukan.  Aku takut tidak kuat menahan godaan untuk memeluk, lalu mencium, lalu… ya kalian tahu sendiri lah.  Aku terus mengingatkan diri, Jangan macam-macam dengan dia, dia temannya anakku.
“Bro, temuan lu ini lumayan juga,” Jordy si pemilik studio juga menyambutku.  Jordy seumuran denganku, tampangnya biasa-biasa saja dengan rambut jabrik dan mata mengantuk, tapi dia agak terkenal di dunia fotografi sebagai fotografer untuk majalah pria dewasa. Dia sudah berpengalaman menangani model, dan ketika aku datang sepertinya dia sedang menawari Belinda difoto untuk majalahnya.

Setelah ngobrol sebentar, aku dan Belinda mengikuti Jordy ke ruang studio.  Jordy sudah menyiapkan semuanya, jadi Belinda tinggal berpose dan aku serta Jordy tinggal memotret. Aku dan Jordy memasang kamera masing-masing menghadap satu latar netral.  Kamera Jordy lebih serius daripada kameraku. Kumasukkan memory card kosong ke kameraku. Foto-foto Belinda sudah kuhapus semua; sekarang file-file foto dia dari pemotretan di kamarnya cuma ada di komputer dia dan di manapun dia menyimpannya, yang jelas aku tidak pegang. Kuperhatikan sekeliling, Jordy sudah menyiapkan lampu-lampu kilat. Belinda membuka kimono putihnya. Di bawahnya dia mengenakan gaun hitam polos yang tampak pas sekali dengan lekuk tubuhnya. Kuperhatikan tubuh jangkungnya jadi lebih montok. Aku bertanya-tanya, apa dia tipe yang kalau sedang stres jadi banyak makan. Putusnya hubungan dia dengan Agus mungkin saja menyebabkan itu. Pinggulnya terlihat lebih lebar, dadanya juga terlihat lebih berisi (atau dia memakai bra yang bikin dadanya kelihatan lebih besar). Gaunnya terhitung sopan, sampai ke bawah lutut. Pas sekali dengan tubuhnya, jadi lekuk-lekuk tubuhnya terlihat indah. Waktu kuminta dia berpose dengan wajah menoleh, aku tidak bisa tidak berpikir dia terlihat tambah menggiurkan. Tapi aku ingat janjiku—jangan macam-macam selain memotret. Aku memberi instruksi selagi Belinda berganti-ganti pose. Dia punya kebiasaan menundukkan kepala atau terlalu membungkuk; maklum masih amatir. Kusuruh dia tegakkan kepalanya, supaya terlihat percaya diri, dan tarik bahunya ke belakang supaya dadanya membusung. Sesudah kuubah posenya, Belinda tampak lebih menarik dan kedua payudaranya tampak mengacung ke arahku. Maksudnya ke kamera. Sesudah aku dan Jordy memotret beberapa puluh kali, kami berhenti sebentar dan memeriksa foto-foto yang kami ambil. Belinda ikut nimbrung dan melihat foto-foto itu dari belakangku. Senyumnya dan sentuhannya di bahuku mengatakan dia suka hasilnya. Aroma tubuhnya enak… entah itu alami atau wewangian yang dipakainya. Belinda ingin dipotret menggunakan beberapa busana, dan sebelumnya dia sudah diberitahu Jordy mengenai kostum-kostum yang tersedia di studionya itu.  Jadi Belinda kemudian masuk ke ruang ganti, dan keluar lagi dengan kostum pilihannya: gaun pengantin gaya Barat berwarna putih murni, dengan hiasan renda yang rumit.  Tapi dia memegangi bagian atasan korset gaun itu.  “Bantuin tutup resletingnya Om,” pintanya.  Dia berbalik, memperlihatkan punggungnya.

Dengan hati-hati aku menarik resleting korset gaun pengantin itu. Bagian depannya jadi mengencang, kedua payudaranya terdorong naik. Kemudian Belinda berpose lagi. Ketika dia terlalu membungkuk lagi, payudaranya hampir tumpah. Kusuruh dia berdiri tegak kembali; mungkin supaya tidak terjadi “kecelakaan” yang bakal membuatku lupa diri. Tentu saja, dia memintaku membukakan lagi resletingnya setelah pemotretan gaun pengantin selesai. Dia meninggalkan ruang pemotretan menuju ruang ganti sambil memegangi korset. Kalau tidak dipegangi, bisa-bisa gaun itu merosot, menelanjangi dia selagi dia berjalan. Waduh. Membayangkan itu saja membuatku tegang. Entah baju apa lagi yang dia pakai sesudah ini. Gaun rumahan dua lapis—putih di atas kotak-kotak merah-hitam—adalah busana selanjutnya. Bagian roknya melebar, tapi pendek, di atas lutut.  Kuatur kameranya untuk mengambil serentetan foto dengan cepat dan kuminta Belinda bergerak. Dia berputar, dan roknya terangkat oleh putaran.  Seolah-olah dia tak pakai rok. Seluruh pahanya sampai terlihat. Apa Belinda sedang menggodaku? Semoga tidak. Kali ini tidak ada alasan dia habis putus dengan pacarnya. Aku terfokus ke fotografi saja, seperti juga Jordy yang dari tadi tak banyak berkomentar dan hanya memotret. Aku lega ketika Belinda muncul lagi dengan celana jeans dan kemeja merah biasa. Dia berpose lagi, kali ini sudah lebih baik dariapda sebelumnya. Ah, tapi aku mulai membayangkan tubuh indah di balik pakaian itu. Setelah aku selesai memotret, Belinda berdiri menunggu.
“Apa udah semua?” kutanya.  Belinda malah menoleh ke Jordy yang kemudian tersenyum.
“Satu lagi. Baju renang…”
Nah, kemaluanku tidak cuek saja sepanjang pemotretan. Secara bertahap dia bangun, mengeras.  Iyalah. Aku masih laki-laki normal. Aku berharap semoga baju renangnya jangan yang tipe seksi, misalnya bikini kecil.
Harapanku terkabul ketika Belinda muncul lagi dari ruang ganti. Bajunya tipe one-piece dengan bagian dada sebagian besar tertutup (walau ada belahannya), bercorak tutul macan, dan bagian bawahnya normal, tidak menyempit. Tapi celah di bagian dadanya itu memperlihatkan belahan pertemuan kedua payudaranya. Dan di belakang kamera, aku menyesuaikan ereksi di dalam celana. Belinda menggunakan bangku sebagai alat bantu pose; aku dan Jordy memotret.
“Kayaknya ada banyak foto bagus yang kita dapat hari ini,” kataku sambil menepuk kamera.  Belinda tidak pergi ke ruang ganti, tapi malah terus duduk di bangku, wajahnya masam, jari-jarinya saling genggam.
“Ada apa, Bel?” tanyaku.
“Nggak apa-apa…” Dia tidak menatap mataku.
Aku punya anak perempuan seumuran dia, jadi aku tahu dia sedang sembunyikan sesuatu. Belinda pergi meninggalkanku dan Jordy, masuk ke kamar ganti. Pemotretan kami sudah selesai, dan bersama Jordy aku memperhatikan semua foto yang kami ambil barusan. Jordy nyengir-nyengir selagi kami menyaksikan pose-pose Belinda yang kami abadikan. Terus terang… aku nggak tahan.
“Jord, di mana toiletnya?” kutanya.
“Sono,” Jordy menunjuk pintu di sebelah ruang ganti.
Aku masuk ke sana.  Di depan kloset kubuka resleting celanaku dan kukeluarkan burungku yang tegang. Bukan, aku bukan mau kencing… Tapi ada bagian tubuhku yang menjerit-jerit minta dipenuhi kebutuhannya.  Itu, yang kukeluarkan barusan. Tidak tahan dia bertemu kembali Belinda.  Di dalam toilet sempit itu, kukocok sendiri penisku sambil membayangkan lagi tubuh Belinda dan foto-foto yang kuambil barusan. Duh, malu-maluin.  Laki-laki seumurku, yang lebih pantas jadi bapaknya, malah coli membayangkan gadis semuda dia. Memang, terakhir kali aku berhubungan badan itu adalah dengan Belinda, sebulan lalu di kamar kosnya ketika dia diputus pacarnya di tengah pemotretan. Aku memang duda, tidak punya pacar dan tidak suka jajan, jadi harus diakui kebutuhan seksku tak terpuaskan. Dan sensasi terakhir yang kudapat adalah dengan Belinda. Biarpun semua dokumentasi kejadian itu—foto, video—sudah kuhapus, tetap saja kepalaku masih kuat mengingatnya. Apalagi pasangan seksku sebelum dia—mendiang istriku—sudah lama tiada, jadi kenangan kami sudah terasa jauh.

Nah, dan yang barusan kupotret itu seorang gadis muda yang sedang ranum-ranumnya, tubuhnya indah, wajahnya cantik, statusnya jomblo, dan (berdasarkan pengalaman icip-icip sendiri) enak digenjot, bagaimana aku tidak konak? Kukocok terus penisku sambil membayangkan lagi bagaimana tubuh Belinda menggeliat menggelinjang di pangkuanku waktu itu, sambil malu sendiri karena biarpun sudah tua begini aku seperti bocah remaja yang baru tahu cewek saja. Tapi mendingan begini. Daripada aku nggak tahan dan malah ngajak dia begituan lagi.
“Belinda—hhh…”
Selagi membayangkan indahnya tubuh Belinda, alat kelaminku makin tegang.  Sambil menunduk di depan kloset duduk yang terbuka, satu tangan bertumpu, satu lagi mengocok sambil mengarahkan penisku ke bawah, ke arah lubang kloset. Akhirnya terlampiaskan juga.
“Uuuuhhhh…  Belindaa…” lenguhku sambil merasakan semprotan demi semprotan melesat dari penisku langsung ke arah lubang kloset.
Aku terengah-engah selagi menikmati sedapnya orgasme dadakan itu.  Dalam hati kubayangkan semburan pejuku bukan langsung masuk lubang kloset, melainkan ke perut dan dada Belinda. Kudengar sayup-sayup suara satu lagu populer di luar. Ringtone?  Bukan teleponku.  Barangkali HP Jordy atau Belinda. Kuacuhkan saja, selagi aku menguasai diri kembali. Mungkin ada lima menit aku terdiam di dalam toilet studio Jordy. Ketika kubuka pintunya untuk keluar, aku kaget melihat Belinda berdiri di sebelah pintu.  Memang pintu ruang ganti ada di sebelah pintu toilet.
“Abis ngapain Om?” tanya Belinda datar.
Mukaku berubah merah.  “Em, ya biasalah, tadi kebelet.”
Belinda tersenyum.
“Kebelet coli ya Om…”
Kata-kata barusan membuatku merasa malu sekali. Apa tadi eranganku yang menyebut nama Belinda terlalu keras sehingga terdengar dari luar? Aku tidak berani memperpanjang, jadi kudiamkan dia dan aku langsung berjalan kembali ke kameraku. Tapi celetukan Belinda sempat kudengar.
“Nggak apa-apa lagi, Om.”
Pemotretan hari itu kuanggap selesai.  Aku menawarkan untuk mengantar pulang Belinda, dan kuantar dia pulang ke kosnya dengan mobilku. Sebelum kami pergi, Jordy sempat meminta nomor telepon Belinda.

Sepanjang perjalanan pulang kami lebih sering diam. Belinda terus memperhatikanku sambil sekali-sekali bertanya, seperti menanyakan tentang Hedy atau Jordy. Aku tidak banyak bicara karena malu sendiri tadi tidak bisa menahan nafsuku dengan Belinda sebagai objeknya. Kuturunkan dia di depan rumah kosnya yang terletak di sebelah rumahku sendiri.
“Makasih buat hari ini, Om,” katanya.
Dan sebelum aku bisa membalas, tahu-tahu dia mengecup bibirku. Aku kaget. Maksudnya apa? Melihat mukaku yang kaget, Belinda terlihat kecewa.  Lalu dia keluar mobil tanpa berkata apa-apa, dan langsung masuk rumah kos. Belinda…

*****
BAGIAN 3

Entah aku bertindak pintar atau bego ketika tidak menanggapi ciuman Belinda ketika itu. Berhari-hari, berminggu-minggu kemudian tak ada kontak lagi dari Belinda. Tidak ada permintaan pemotretan, bahkan dia pun tidak mampir-mampir lagi ke rumah untuk menemui Hedy. Hedy bilang Belinda masih kuliah, tapi sering sibuk dan jadi jarang menghabiskan waktu bersamanya. Dan menurut Hedy, Belinda jadi sukar dihubungi kalau malam. Sesudah dua bulan, aku menemukan jejak Belinda, di satu majalah pria dewasa. Foto-foto seksinya dimuat di majalah itu. Fotografernya, Jordy. Bisa kubayangkan apa yang terjadi sesudah pemotretan di studio Jordy itu: pasti Jordy tertarik dengan hasilnya dan menawari Belinda untuk tampil di majalahnya. Tidak heran sih, dia memang seksi… dan jelas cocok tampil dalam fantasi lelaki…Eh…rasa bersalah itu kembali lagi.  Aku selama ini terbiasa menganggap Belinda sebagai teman anakku—seseorang yang jauh lebih muda dan seharusnya bukan jadi sasaran nafsuku.  Sesudah semua yang terjadi… apa aku seharusnya berbuat lebih banyak? Tapi sebagai apa?  Tetap kuperlakukan seperti teman Hedy?  Atau… lebih? Bagaimana sebenarnya perasaanku terhadap Belinda? Tapi aku tetap tidak berbuat apa-apa. Kubiarkan keadaan mengambang terus. Belinda juga sepertinya menjauh dari Hedy di kampus. Dia tetap di tempat kosnya yang lama, di rumah sebelah rumahku, tapi dia jarang sekali kelihatan. Mampir ke rumah pun tidak. Dan berbulan-bulan kemudian, foto-foto dia terus bermunculan.  Dari satu majalah pria dewasa ke majalah pria dewasa lain. Kadang-kadang scan majalah-majalah itu muncul di forum-forum internet. Dan tiap kali aku melihatnya, selalu muncul perasaan ragu dan agak bersalah. Seolah-olah aku telah gagal menjaga sesuatu. Tapi kenapa? Belinda kan bukan siapa-siapaku?  Dia cuma teman anakku. Sekarang juga sudah tidak akrab. Aku memang sempat menemaninya pada saat dia sedang jatuh, dan menghiburnya dengan mengikuti kemauannya. Mungkin aku ada andil juga dengan pekerjaan barunya sekarang sebagai model di majalah-majalah itu, karena sudah menghubungkan dia dengan Jordy.

*****
Dan pada suatu hari, Belinda menghubungiku lagi.  Lewat telepon.
“Om…” katanya lirih.
“Ada apa, Bel?”
“Om temuin aku dong sekarang,” katanya.
Waktu itu aku baru selesai makan malam bersama Hedy di rumah. Hedy sedang membawa piring ke dapur untuk dicuci. Kutinggalkan meja makan, sengaja supaya obrolan kami tak terdengar anakku itu.
“Di mana?”
“Di kamarku,” kata Belinda.
“Kamu masih di sebelah kan?”
“Iya Om,” katanya.
Kubilang ke Hedy bahwa aku ada urusan mendadak di luar, dan kusuruh dia jaga rumah.  Aku sengaja bawa mobil supaya Hedy mengira aku pergi jauh, padahal mobil kuparkirkan di tempat yang tidak kelihatan dari rumah, lalu aku jalan kaki ke rumah kos Belinda. Kuketok pintu kamar kos Belinda dan kulihat dia membukakan pintu. Belinda mengenakan tanktop pink dan rok mini pink yang memamerkan kemulusan pundak dan pahanya, tapi wajahnya yang cantik itu tampak sendu.
“Hai… Om…” sapanya pelan.
Dia mempersilakanku masuk dan mengajakku duduk di sofa.  Sofa tempat dulu aku berhubungan dengan dia…
“Om ke mana aja… Aku kok ga pernah dikontak?”
“Eh… Aku…” Aku tidak tahu bagaimana seharusnya menanggapi pertanyaan Belinda barusan.
“Om udah ga peduli sama Belinda lagi ya??”
Kata-kata itu disampaikan Belinda dengan tatapan tajam.
“Ha…” Cuma itu yang bisa keluar dari mulutku.  Kaget.
“Om ngga tau kan aku ngapain aja selama ini?  Sesudah pemotretan di studio Om Jordy?  Om ngga pengen tau?”
“Eh, bukan begitu, tapi…” kulihat wajah Belinda jadi cemberut.
“Om ga peduli ya kalau aku sekarang dipake sama Om Jordy dan teman-temannya?”
“Apa…”
Seperti disambar geledek aku mendengar kata-katanya barusan. Dipakai?  Oleh Jordy dan teman-temannya?

*****
Selanjutnya aku duduk mendengarkan Belinda bercerita mengenai semua yang telah terjadi. Belinda bercerita sambil menyandarkan tubuhnya kepadaku.
“Tiga hari sesudah pemotretan di studio Om Jordy, aku ditelepon sama Om Jordy lagi, ditawari foto seksi buat di majalahnya.  Om Jordy nawarin bayaran rada tinggi, jadi aku mau. Jadi aku terus kita foto-foto di satu villa di luar kota.  Barangkali Om Gamal udah lihat foto-fotonya di majalah, itu yg aku difoto di balkon yang pemandangannya pegunungan…”
Ya, aku ingat foto-foto itu. Aku lihat scan edisi majalah itu di satu forum dewasa. Dia memakai kimono merah yang sedikit demi sedikit tersingkap sehingga pada akhirnya menyisakan set lingerie seksi. Dan aku ingat komentar anggota-anggota forum itu yang memuji kecantikan Belinda, juga minta “umpan lambung” dan “nocan”.
“Abis pemotretan… gak tau gimana, aku jadi nurut aja sama Om Jordy sesudah diajak ngobrol… tau-tau kami udah telentang aja di ranjang… aku ditelanjangin sama Om Jordy, terus…”
Hatiku bilang: Stop, stop, Belinda, aku ga mau dengar…tapi Belinda melanjutkan ceritanya dengan bagaimana akhirnya pemotretan itu berujung persetubuhan antara dirinya dan Jordy. Rayuan maut Jordy rupanya berhasil membuat Belinda luluh dan membiarkan Jordy menikmati tubuhnya. Aku mendengar dengan miris selagi Belinda menceritakan bagaimana dia terlena dan sesudahnya baru menyesal.
“Ya ampun, Bel, aku nggak nyangka Jordy seperti itu…” potongku, sementara tanganku bergerak sendiri merangkul Belinda berusaha menghibur, tapi Belinda seperti tak peduli dan terus bicara.
“Habis itu, foto-fotonya terbit di majalah.  Aku mulai diajak Om Jordy untuk ikut dia ke mana-mana, hang out, dugem, dikenalin sama teman-temannya yang model dan fotografer juga.  Awalnya sih biasa aja, tapi lama-lama Om Jordy minta aku… temenin klien-kliennya.”
Aku menahan nafas.
“Om Jordy itu germo,” kata Belinda singkat dan tajam.  “Dia biasa nyalurin model-modelnya. Awalnya aku nolak, tapi terus Om Jordy maksa dan ngancem. Dia bilang dia punya foto dan video yang bisa dia sebar di internet. Tadinya aku nggak takut, karerna kupikir kalau foto-fotoku sendiri atau sama Om Jordy, nggak sebegitu parah.  Tapi…”
Belinda berhenti sebentar, menatapku, dan,
“Yang dia pegang itu foto dan video kita, Om.”

Aku kaget. Foto dan videoku dengan Belinda… berarti dari pemotretan pertama itu.
“Dari mana dia dapat?”
“Dia dapat dari HP dan komputerku, Om… Om Jordy rupanya pernah otak-atik isi barang-barangku, dan ketemulah foto sama video kita itu…”
“Kenapa kamu simpan, Bel??”  Aku sendiri sudah menghapus semuanya.  Tapi Belinda tidak menjawab, dan malah menatapku seperti dia bertanya “ngapain Om bicara seperti itu”.
“Om Jordy bilang dia punya teman polisi, pejabat. Katanya kalau video porno nyebar, biasanya yang bakal dicari duluan itu pelakunya. Aku takut Om kebawa-bawa, jadi aku terpaksa nurut sama Om Jordy, jadi… terusnya aku mulai ngelayanin orang-orang yang bayar sama Om Jordy. Di hotel, di apartemen, di mobil… Pemotretan juga jalan terus. Kadang aku dibawa ke luar kota sama Om Jordy buat pemotretan, tapi ujung-ujungnya tetap aja aku mesti layanin nafsu mereka…”
“Aku sebenernya pengen kabur tapi Om Jordy terus ngancam aku.  Aku diawasin terus, di kampus, di sini. Sekarang aku mesti nyalain HP terus, nunggu ditelpon Om Jordy kalau ada yang booking.”
Ketika itulah kulihat bekas tali yang samar di sepanjang pahanya.
“Bel… Itu…?” tanyaku sambil menoleh ke arah paha Belinda.
Belinda memandangiku dengan tatapan sedih.
“Ini bekas kemarin malam,” kata Belinda.  Dan dia pun mulai menceritakan apa yang terjadi sebelumnya. Di antara klien-klien Jordy yang mesti dia layani, ada beberapa orang yang punya kesukaan tidak biasa.  Awalnya Jordy mengadakan satu pemotretan dengan tema “beda”. Katanya temanya dia jadi korban penculikan, jadi dia difoto dalam keadaan terikat. Tapi waktu pemotretan itu, ada orang Jepang yang hadir. Belinda bilang orang Jepang itu temannya Jordy, dan lancar berbicara bahasa kita—mungkin pengusaha yang sudah lama di sini. Belinda menyebut dia “Kimura-san”.  Kimura-san ini menyaksikan seluruh pemotretan bertema “terikat” itu dengan antusias, dan pada akhirnya, seperti yang lain-lain, Belinda juga disuruh melayani Kimura-san. Dalam keadaan terikat.

“Kimura-san orangnya sudah agak tua, kurus, kacamatanya tebal, mulutnya menganga terus,” kata Belinda datar.  “Anunya sudah nggak bisa bangun kecuali kalau lihat cewek diikat.”
Belinda bercerita bagaimana dalam keadaan tak berdaya, Kimura-san menggerayanginya.
“Aku jijik sama dia… Jari-jarinya keriput, kering, kulitnya kasar dan bau, lidahnya menjijikkan… Tapi waktu itu aku diikat tangan dan kakinya.  Sebenarnya untuk pemotretan.  Ternyata itu semua Kimura-san yang minta.  Aku nggak bisa apa-apa, mau teriak juga dilarang… Jadi aku cuma bisa pasrah. Sudah gitu, Kimura-san bawa macam-macam mainan.”
Kimura-san menggerayangi Belinda dengan berbagai macam sex toy dalam keadaan Belinda terikat dan tak bisa menolak.  Kubayangkan film-film porno Jepang yang banyak melibatkan adegan seperti itu: aktrisnya merintih-rintih malu dan keenakan selagi payudaranya dan kemaluannya disentuh vibrator.  Aku tahu seperti apa bunyi-bunyi yang dikeluarkan Belinda kalau dia terangsang, jadi fantasiku langsung menayangkan film porno Jepang dalam kepalaku, dengan Belinda sebagai aktrisnya. Ditambah lagi, Belinda sekarang bersandar kepadaku dan tangannya mulai mengelus tubuhku.  Aku bisa mencium wangi tubuhnya.  Aduh… Tubuhku lagi-lagi mulai bereaksi.
“Aku dibikin orgasme pake alat-alat itu, Om… ditonton Kimura-san dan Om Jordy.  Sesudah itu aku dientot sama Kimura-san.  Enggak lama, paling lima menit dia langsung crot.  Tapi habis itu dia terus nambah lagi macam-macam ikatanku… Dia jepit pentilku… Colokin mainan ke pantatku… Colokin vibrator yang getar-getar terus ke dalam memekku… Aku sampai kecapekan dibikin terangsang terus.  Akhirnya dia ngentotin aku lagi sampai dia keluar.”
Kimura-san memberinya bayaran yang besar. Tapi si orang Jepang itu rupanya ketagihan. Belinda pun dibooking lagi oleh Kimura-san untuk diikat dan dimainkan. Sudah 3 kali; dan ketika aku bertemu dia sekarang, dia baru saja pulang dari satu sesi bondage dengan Kimura-san.
“Kemarin sore aku dipanggil lagi sama Kimura-san.  Aku disuruh ke tempat dia, satu rumah besar yang sepi. Aku diantar Om Jordy ke sana. Di sana ada dia dan beberapa pembantunya. Dia suruh aku buka semua baju sampai telanjang terus aku diikat lagi… di dada, pinggang, perut, selangkangan, tetek aku keikat di seputar dasarnya, jadinya mencuat, terus di belahan memekku juga keselip tali yang ngegesek ke dalam tiap kali aku jalan.  Duburku juga disumpel mainan, kecil tapi bisa nyangkut di dalam karena ketahan tali.  Aku didandanin sama satu anak buahnya Kimura-san, disuruh pakai rok mini dan sepatu hak tinggi, terus dibawa naik mobil Kimura-san…”

Kimura-san dan Jordy membawa Belinda yang terikat berkeliling kota naik mobil. Lalu di suatu tempat dekat pusat kota, mereka menyuruh Belinda turun dan berjalan di tengah keramaian sore. Mereka berdua mengikuti dari jauh.
“Aku malu banget… Aku nggak pakai pakaian dalam, udah gitu roknya pendek banget, hak sepatunya tinggi banget, aku takut ada yang lihat ikatan di selangkanganku. Udah gitu aku dilihatin banyak orang… Sampai deg-degan, takut ketemu kenalan.  Tiap langkah, talinya gesek bibir memekku.  Karena diikat, tetekku juga jadi mencuat di balik baju…  Aku mesti sering banget nurunin rokku karena selalu naik tiap kali pahaku gerak, kalau nggak selangkangan dan pantatku bakal kelihatan.”
Tapi dia tak bisa kabur, karena Kimura-san dan Jordy tak pernah jauh.  Kalau Belinda kelihatan mau bergerak yang tak sesuai kemauan mereka, salah seorang dari mereka bakal mendekat dan menarik Belinda.  Meski hari menjelang malam, masih ada orang di jalan, dan Belinda merasa wajahnya memerah, semerah blus dan lipstiknya.  Dia terus menunduk karena malu.
“Aku dilihatin orang-orang di jalan soalnya didandanin terlalu seksi… Ada yang ngelihatin terus, ada yang buang muka.  Tapi anehnya aku malah kerangsang pas jalan sambil ketakutan itu… memekku jadi basah, aku ngeri ada yang bocor ke bawah soalnya aku ga pake celana dalam.  Om Jordy nyuruh aku jalan terus.”
Akhirnya Kimura-san merasa cukup dan menyuruh Belinda kembali ke mobil.  Di mobil, Belinda tidak langsung dibebaskan dari ikatan tapi malah digerayangi dan dimain-mainkan oleh Kimura-san dan Jordy sepanjang perjalanan kembali ke rumah Kimura-san.  Dia dibikin klimaks oleh mereka, dan sesampai di rumah pun dia digarap lagi, masih dalam keadaan terikat, oleh Kimura-san. Laki-laki Jepang itu sangat terangsang melihat Belinda dipermalukan di depan umum, sehingga dengan penuh nafsu dia menjamah model amatir yang diikat itu, menggoda vagina Belinda dengan vibrator dan mencengkeram payudara Belinda.  Belinda hanya bisa mengerang dan mendesah karena tak bisa mengingkari kenikmatan yang timbul, sehingga dia lupa akan betapa malunya dia ketika ada di jalan tadi.  Rintihan-rintihan seksinya terus berlanjut selagi orgasme demi orgasme melandanya, sementara Kimura-san dan Jordy terus mempermalukannya dengan menyebut dia sundal dan pelacur dan lain-lain lagi.

“Aku ‘keluar’ sampai berapa kali, aku nggak ingat lagi… Kecapekan sampai ketiduran di tempat Kimura-san, masih diikat. Makanya sampai ngebekas begini, Om.  Waktu bangun aku dilepas, terus diantar pulang sama Kimura-san sendiri.”
Ketika bicara begitu, matanya menatap seolah mengharapkan sesuatu dariku. Aku berusaha berpaling, sakit rasanya mendengar cerita pengalaman Belinda.
“Om…”
“Om!”
Belinda mendesah.
“Ah… benar kan, Om sudah nggak peduli aku lagi…”
“Bukan gitu Bel, aku…”
“Nggak apa-apa, Om…” kata Belinda lirih.  “Aku juga salah kalau ngarepin Om… Mana mungkin…”
“Ha…?”
“Mulai besok aku nggak di sini lagi, Om,” kata Belinda.  “Kimura-san minta aku tinggal di apartemennya, dia mau ngebiayain hidupku.”
Aku kaget mendengar kata-kata Belinda.  Yang bisa kuucapkan cuma “Kenapa… Bel?”
Belinda mendesah kesal.  “Hidupku udah kacau, Om… Kuliahku berantakan.  Aku udah ga tau bisa apa lagi, udah gitu aku juga dijual sama Om Jordy, dan… Om Gamal udah ga peduli lagi sama aku.”
Aku tetap bingung, kenapa berkali-kali Belinda menyebutku ‘tidak peduli lagi’.
“Om…” kata Belinda.  “Kenapa Om berhenti nemuin aku…?  Aku kangen Om, tapi Om nggak pernah kontak aku lagi. Soalnya sesudah aku putus sama Agus, nggak ada lagi yang ada di hatiku selain Om…”
Hah.  Ternyata…
“Tapi nggak pernah ada kontak lagi dari Om… Mungkin perasaanku emang cuma sebelah tangan.  Aku juga malu hubungin Om setelah dijeblosin sama Om Jordy… Pasti Om jadi ga mau dekat-dekat aku lagi…” Belinda mulai terisak.
Seperti dulu, refleksku adalah merangkul. Tapi kali ini Belinda menepis rangkulanku.
“Nggak usah, Om…”
“Bel…”

“Aku minta Om ke sini karena aku mau pamit… Aku mau keluar dari kehidupan Om dan Hedy supaya hidup kalian tenang.  Aku udah nggak bisa balik jadi yang dulu. Dan mendingan aku sama Kimura-san daripada terus ada di tangannya Om Jordy… Kimura-san udah janji aku ga usah jadi seperti waktu sama Om Jordy, cukup sama dia aja.”
“Tapi Bel… Kenapa harus gitu?  Apa nggak ada cara lain…” tanyaku putus asa.
“Om mau nawarin jalan keluar lain seperti apa?” tantang Belinda.  “Apa Om mau bilang, daripada sama mereka, mending sama Om Gamal aja?”
Ah… Dia menodongku melakukan sesuatu yang tidak bisa kulakukan.  Kalau seperti itu, jadinya bagaimana?  Aku tampung dia?  Atau cara lain lagi?  Lantas gimana dengan Hedy?  Apa kata anakku itu nanti?
“Om ga bisa jawab,” kata Belinda pelan.  “Aku tau.  Pasti Om ga bakal berani nawarin seperti itu ke aku. Soalnya pasti berat banget buat Om.”
Belinda betul.  Kalaupun dia ada perasaan kepadaku, memang sulit sekali itu menjadi sesuatu yang serius dan mengikat, karena keadaan kami berdua.
“Yang penting, aku pengen Om tahu, aku suka dan sayang sama Om,” kata Belinda.  Dia lalu mengecup pipiku, dan menjauh.  “Nggak apa-apa kalau Om nggak tau atau nggak peduli…” katanya pasrah.
“Bel…”
“Nggak apa-apa, Om… Ini pilihanku sendiri…”
Aku tidak tahu harus berbuat apa.  Apa sudah tidak ada lagi yang bisa kuperbuat? Terdengar suara ringtone HP. Lagu yang sama seperti yang kudengar di studio Jordy beberapa bulan lalu. Mungkinkah waktu itu, ketika Belinda meninggalkan teleponnya di luar kamar ganti dan aku sedang tidak ada di tempat, ringtone itu menarik perhatian Jordy dan membuat dia menemukan foto dan videoku bersama Belinda? Belinda menjawab telepon itu.
“Sudah siap, aku tinggal jalan aja… Ditunggu di depan? Oke.”
Belinda menutup pembicaraan, berdiri, berjalan masuk kamar, dan keluar lagi menggeret koper besar beroda. Ah… betulan.  Dia mau pergi.
“Selamat tinggal, Om…” Dia mendekatiku dan mencium bibirku. Rasa pahir dalam hatinya seperti terasa di bibirnya.  “Makasih buat semuanya, dan maafin kalau aku ada salah…”
“Bel…” Tanganku menjangkau ke depan tapi dia menjauh, menghindar dari genggamanku.
Dia menatapku untuk terakhir kali, lalu pergi tanpa berkata apa-apa, keluar dari kamar kos membawa semua barangnya. Kuikuti dia keluar. Dia tidak menoleh. Di luar rumah kos, terparkir mobil mewah. Di balik setirnya tampak seorang laki-laki berkulit kuning, berkacamata tebal, berumur lebih tua daripada aku. Itu Kimura-san?  Mungkin saja. Belinda membuka pintu mobil, menengok ke arahku dengan tatapan tajam sekaligus sendu, lalu masuk ke mobil. Aku hanya bisa berdiri mematung ketika mobil itu pergi membawa Belinda. Dadaku sakit disergap rasa bersalah dan malu.  Andai saja…
TAMAT
-teriring rasa sesal-
**************** 
Ditulis dalam Karya Ninja Gaijin

Laura Basuki XXX : Magically In Love Juni 1, 2011 oleh shusaku

Laura Basuki
Laura Basuki
Laura Basuki, nama yang mulai terdengar tak asing di telinga masyarakat Indonesia khususnya masyarakat yang sering menonton televisi. Laura Basuki bisa disebut sebagai artis pendatang baru di dunia entertainment Indonesia. Begitu muncul pertama kali, Laura langsung menyita perhatian, khususnya kaum Adam. Wajahnya begitu cantik namun terlihat lugu dan polos, sangat memikat. Apalagi kulitnya yang benar-benar putih mulus, tak ada cacat sedikitpun, mulai dari kepala sampai kaki. Kecantikan dan kulit putih mulusnya selalu membuat para pria membayangkan bahwa tubuh Laura Basuki pastilah ‘legit’, hangat, dan juga harum. Banyak yang menyama-nyamakan Laura dengan artis film panas Jepang yang sudah terkenal di Indonesia bernama Maria Ozawa atau lebih dikenal Miyabi karena beberapa foto wajah Laura sekilas agak mirip dengan Miyabi. Namun, sebenarnya, perbedaannya cukup jauh. Wajah Laura terlihat sangat polos, cantik natural, beda dengan Miyabi yang cantik nakal. Tapi, segera imej mirip Miyabi itu hilang dari pandangan publik.

Sebab, sikap anggun, ramah, santun, dan selalu tersenyum serta wajahnya yang cantik polos menimbulkan kesan tersendiri. Kesan yang membuat Laura seperti seorang dewi atau bidadari yang begitu cantik. Dan kulit Laura yang putih, seputih susu, sungguh sangat ‘menyilaukan’ mata para lelaki.
“umm hem hem hem”, terdengar senandung merdu dari dalam kamar mandi. Laura sedang asik berendam air susu sambil bersenandung. Laura sangat merawat kulit indahnya itu. Mandi susu, spa, pokoknya semua perawatan kulit ia lakukan untuk menjaga kulitnya tetap halus dan mulus. Laura keluar dari bathtub dan membuang air mandinya. Tubuh yang benar-benar sangat indah. Bukan indah dalam arti sexy atau sintal. Tubuh Laura tidak terlalu sexy, namun proporsional. Tak ada satu lipatan pun yang berwarna hitam atau coklat, semuanya putih mulus. Dan yang menjadi daya tarik utamanya yaitu belahan bibir vaginanya yang menutup dengan sangat rapat dan dihiasi rambut kemaluan yang lebih seperti bulu-bulu halus serta kedua putingnya yang tidak terlalu besar dan berwarna pink pucat, sangat menggemaskan.

Laura keluar kamar mandi, mengeringkan tubuhnya, melilitkan handuk di tubuhnya, dan duduk di depan meja riasnya. Dengan santai, Laura menyisir rambutnya berkali-kali tanpa bosan, sampai rambutnya kering dan rapih. Kecantikannya benar-benar alami, natural, dan polos. Dia sama sekali tak perlu mengenakan make up apapun untuk terlihat cantik. Dan Laura sendiri juga tak terlalu suka mengenakan make-up. Paling-paling, dia hanya sekedar memakai blast-on supaya pipinya merona dan lipgloss untuk melembapkan bibirnya. Dia memang lebih sering menggunakan lipgloss daripada lipstik. Dia tidak terlalu suka lipstik. Lagipula bibirnya memang tipis dan pink alami, buat apa memakai lipstik. Dan karena dia sering memakai lipgloss, bibirnya yang tipis terlihat sehat, lembap, dan berkilau setiap saat. Tapi, ada kalanya dia memakai lipstik, di saat dia ingin terlihat tampil sebagai wanita yang dewasa dan mandiri, pastilah ia mengenakan lipstik.

Laura mengenakan pakaiannya, pakaian yang feminim, mirip seperti gaun tapi lebih ke gaun untuk sehari-hari. Dia memang sangat feminim, untuk sehari-hari saja dia lebih suka mengenakan rok daripada jeans. Tapi, meski feminim, bukan berarti Laura adalah wanita yang manja. Wajahnya boleh terlihat lugu tapi dia lebih suka menyelesaikan masalahnya sendiri. Hari ini dia akan mengisi sebuah acara musik, menjadi MC bintang tamu di acara itu.
“wuih, ada neng cantik nih…”.
“iih. apa sih lo, Ga ?”, balas Laura sambil tersenyum.
“emm gemes gue kalo ngeliat cewek imut…”, Olga mencubit kencang pipi Laura.
“auw. sakit tau”.
“abisnye gue gemes ngeliat muka lo..”.
“iya, tapi kan sakit..”.
“oh iya, gimana kabar bokin lo ?”.
“mau tau aja deh…”, canda Laura.
“ah gitu lo ye, pelit ye ma gue, Ra..”. Laura dan Olga memang sudah saling kenal, tak heran mereka terlihat akrab.
“si Raffi mana ?”.
“biasa, bentar lagi juga dateng. kan die emang keong racun. jalannye lelet kayak keong ahahaha”, Olga tertawa lebar dengan gaya tertawanya yang khas.

Laura dan Olga pun memandu acara musik tersebut berdua karena Raffi belum datang. Tapi, akhirnya Raffi datang dan memandu acara bersama Laura dan Olga sampai selesai.
“Laura !”.
“iya ?”.
“mau ke mana ?”.
“mau pulang ke rumah…”.
“ah masa langsung pulang ke rumah ? maksi bareng yuk ?”.
“ah, nggak, Fi. makasih…”, jawab Laura tersenyum.
“yah, ayo dong. jarang banget gue maksi sama cewek cakep..”, rayu Raffi.
“nggak, Fi. makasih..”, jawab Laura kembali tersenyum.
“yah. yaudah deh…”.
“maaf yaa Fi. gue balik duluan yaa…”. Tak terbayang oleh Laura kalau dia harus makan siang berdua dengan Raffi. Memang dia ganteng, tapi Laura canggung sekali kalau berbicara dengan Raffi. Bukan karena Laura suka, justru Laura kaku karena tidak mengerti apa yang dibicarakan Raffi apalagi kalau sudah melucu, pasti jayus. Lagipula, Laura paling tidak suka dengan cowok yang gampang gonta-ganti pacar. Laura masuk ke dalam mobilnya dan mengendarainya keluar areal stasiun tv swasta itu.

Kalau langsung pulang ke rumah, rasanya malas. Jalan bersama teman-teman juga sedang tidak ingin. Ya sudah, Laura memutuskan untuk pergi ke cafe favoritnya sendirian.
“srrpp…”, Laura menyeruput minumannya lewat sedotan sambil asik browsing dengan handphonenya. Tak lupa sesekali ia menyuap kue yang dipesannya tadi. Laura memang tak pernah banyak makan. Hanya dengan kue yang ia pesan, perutnya sudah terasa 3/4 kenyang. Tentu banyak yang memandang si bidadari cantik jelita itu. Tak sedikit yang mengenali Laura, artis pendatang baru.
“hai…”.
“hi..”.
“boleh gabung di sini nggak ?”.
“emm…iyaa..”, jawab Laura.
“kamu, Laura Basuki kan ?”.
“iya, Pak..”.
“kenalkan, saya Bambang..”. Laura hanya tersenyum.
“kenapa kamu sendirian ?”.
“mm..maaf, Pak, saya duluan..”.
“lho ? mau ke mana ?”. Laura hanya tersenyum seraya meninggalkan bapak yang kelihatan kecewa itu, tak jadi berkenalan dengan si artis cantik itu. Laura berjalan cepat menuju tempat mobilnya diparkir.

Dia menghela nafas lega bisa menghindar dari Om-om nakal barusan. Laura bersender ke jok kursinya.
“huuhh…”. Kadang ia bertanya, apakah ia harus menganggap kecantikan wajahnya sebagai suatu berkah atau kutukan. Tak jarang keadaan seperti tadi, saat Laura sedang sendiri, ada saja pria yang ingin berkenalan. Ya memang, tak semua pria yang mengajaknya kenalan seperti bapak tadi, ada juga yang masih muda, tampan, dan kaya, namun Laura merasa tak nyaman berkenalan seperti itu. Dan di antara teman-temannya yang pria, Laura juga merasa tak ada yang cocok. Entahlah, Laura juga masih bingung, apakah nanti dia bisa menikah. Aneh juga, banyak wanita ingin punya wajah cantik dan kulit putih mulus seperti Laura agar mudah mendapat pangeran yang sempurna, tapi Laura malah bingung, masih belum ada yang cocok.
“ckiiiiittttt !!!!! buuugghhh !!!”. Gara-gara melamun, Laura menabrak orang yang menyebrang. 2 orang yang memang sedang duduk di warung dekat situ pun mendekati mobil Laura.
“WOII !!! KELUAR LO !!!”, kata seorang pria menggebuk-gebuk kaca mobil Laura dengan kencang.

Sementara pria satu lagi, memeriksa orang yang tertabrak itu.
“WOI KELUAR LO !! MENTANG-MENTANG PAKE MOBIL MAHAL. NYETIR SEENAKNYE LO !! KELUAR !!!”. Wajah Laura pucat, dan keringat dingin. Laura keluar dari mobil.
“LO NYETIR GI..MA…NE SI..H..”, orang itu langsung berhenti berbicara ketika Laura sudah keluar dari mobil.
“maaf maaf, Pak…saya nggak ngeliat tadi….”, wajah Laura benar-benar panik.
“Bapak nggak apa-apa ?”, tanya Laura sambil jongkok. Pria yang tadi mau menolong bapak itu malah terbengong melihat Laura. Meski Laura merapikan roknya sebelum jongkok, tapi tetap saja, sedikit betisnya terlihat. Menampakkan betapa mulus kulit Laura meski hanya sebatas betis. Tak heran pria itu malah jadi bengong.
“Mbak ini gimana sih nyetirnya ?”, ucap pria yang tadi menggedor kaca mobil dengan nada sok ketus. Sebenarnya pria itu masih dalam ‘tahap’ mengagumi si dara cantik yang sedang jongkok.

Namun sudah kepalang marah, jadi dia sok ketus.
“maaf Pak. saya tadi lagi ngelamun. maaf Pak..”.
“saya nggak apa-apa kok, neng…”, jawab bapak itu. Dengan dibantu 2 orang pria, bapak itu mencoba berdiri.
“aduu duuh duuhh…”.
“kayaknya kaki bapak keseleo…”.
“harus diperiksa Pak…”.
“nggak usah, Mas…”.
“saya anterin Pak ke rumah sakit…”.
“nggak usah neng, cuma keseleo sedikit…”.
“ayo, Pak…sa ya nggak tenang kalau belum bawa Bapak ke rumah sakit…”.
“bener, neng..saya nggak apa-apa..”, ucap bapak itu, tapi seperti kesakitan menapak dengan kakinya.
“udah, Pak..coba periksa aja dulu”, saran si pria yang memapah bapak itu. Akhirnya, bapak itu mau juga setelah dibujuk. Dengan dibantu 2 pria tadi, bapak itu sudah duduk di jok tengah mobil Laura.
“Pak. saya benar-benar minta maaf”, Laura mengucapkannya sambil terus menyetir. Wajahnya kelihatan cemas sekaligus bersalah.
“nggak apa-apa, neng. saya juga tadi asal nyebrang”.
“kaki Bapak terasa sakit banget ya ?”.
“sedikit. paling cuma keseleo, neng”.
“ya tapi harus diperiksa, Pak”.

“iya, neng”. Keadaan pun menjadi sepi. Jalanan menuju rumah sakit cukup jauh.
“em, maaf neng, kalau saya boleh nanya. neng ini artis ya ?”.
“umm. ya bisa dibilang begitu”, jawab Laura tersenyum.
“nama neng siapa ?”.
“nama saya Laura, Pak. Bapak ?”.
“saya Sutanto, neng. Neng Laura yang waktu itu pernah diwawancarai Tukul kan ya ?”.
“iya, Pak. Bapak sering nonton acara itu ?”.
“iya, neng. tiap malem sambil istirahat”.
“oh. saya boleh nanya juga, Pak ?”.
“nanya apa, neng ?”.
“Bapak ini guru ya ?”.
“iya, neng. saya guru. kok neng Laura bisa tahu ?”.
“seragam Bapak mirip paman temen saya yang guru”.
“oh begitu”.
“guru apa, Pak ?”.
“guru Biologi di SMP XX, neng”.
“oh….”. Aneh rasanya, Laura kelihatan enak sekali berbicara dengan Sutanto, suara Bapak tua itu pun membuat Laura menjadi tenang dan menghilangkan kecemasan dan rasa bersalahnya.
“ayo, Pak. hati-hati..”. Laura menunggu Sutanto yang berusaha turun dari mobil. Tanpa ragu, Laura memapah Sutanto yang sedikit kesusahan berjalan ke dalam rumah sakit.

Sutanto pun bisa mencium aroma tubuh Laura yang sangat harum. Aroma vanilla yang manis dan menggemaskan.
“gimana, Dok ?”.
“sepertinya sendi kaki Bapak Sutanto sedikit bergeser”.
“bisa disembuhin, Dok ?”.
“bisa. tapi mungkin Pak Sutanto harus istirahat di rumah 2 minggu supaya sendinya sembuh total”.
“oh begitu ya, Dok ? terima kasih, Dok”. Laura pun mengurus biaya administrasi sambil menunggu Sutanto keluar. Tak lama kemudian, Sutanto dengan dipapah seorang juru rawat laki-laki keluar dari ruangan menuju ruang tunggu.
“gimana, Pak ?”.
“tadi lumayan sakit, tapi sekarang enakan, neng”.
“maaf banget, Pak”.
“nggak apa-apa kok, neng”.
“ini resepnya, Pak ?”, Laura mengambil secarik kertas yang di genggam Sutanto.
“iya, neng. tapi sini saya aja yang bayar”.
“nggak, Pak. biar saya aja..”. Setelah membayar semuanya, Laura pun memapah Sutanto keluar.
“makasih, neng udah bayarin saya berobat”.
“kenapa Bapak terima kasih ? saya udah nabrak Bapak sampai Bapak harus istirahat 2 minggu..justru seharusnya saya minta maaf ke Bapak”.

“yaudah, neng. saya udah nggak apa-apa, jadi neng Laura nggak usah ngerasa bersalah lagi..”, petuah Sutanto untuk menenangkan Laura.
“iya, Pak. terima kasih”.
“ya sudah, neng. kalau begitu saya pamit pulang dulu..”.
“lho ? Bapak mau ke mana ? tas Bapak kan masih ada di dalem mobil saya ?”.
“oh iya. hampir aja…”.
“saya anter Bapak pulang ya sekalian ?”, tanya Laura dengan raut muka sangat manis.
“nggak usah, non. nanti ngerepotin…”, tolak Sutanto halus. Ditawari pulang bersama oleh gadis muda yang sangat cantik, belum lagi berstatuskan artis pastilah Sutanto sangat ingin menerimanya, tapi dia merasa tak enak.
“jangan membuat saya ngerasa bersalah lagi, Pak. tolong biarin saya nganter Bapak pulang ke rumah”, Laura agak memaksa.
“mm. iya deh, neng. boleh kalau begitu. maaf ngerepotin”. Laura tersenyum sebelum membantu Sutanto masuk ke dalam mobil. Karena cukup asyik mengobrol, tiba-tiba sudah sampai di depan rumah Sutanto.

Rumahnya kecil, mungil, sederhana, dan bertipe RTRB (Rumah Tipe Rakyat Biasa), namun kelihatan aman dan nyaman.
“biar saya anter sampai dalem, Pak”.
“nggak usah, neng. saya bisa kok kalau cuma jalan sedikit-sedikit”, ucap Sutanto sambil mengambil tasnya.
“ini, Pak. nomer hp saya, kalau ada apa-apa, telpon saya”.
“iya, neng. makasih neng”.
“sama-sama, Pak. saya pulang dulu ya. sekali lagi maaf, Pak”. Sutanto tersenyum sambil mengangguk. Laura pun pulang ke rumah. Selama di rumah, Laura terus memikirkan Sutanto. Bukan karena hanya kasihan dan bersalah, tapi rasanya Laura juga kangen dengan suara guru tua itu. Entah ada apa dengan Laura, padahal baru kenal, tapi terasa sudah lama kenal, bahkan terasa seperti keluarga. Keesokan harinya.
“tok tok tok !!”.
“sebentar !”.
“lho ? neng Laura ? ayo masuk, neng”.
“iya, Pak. terima kasih”.
“silakan duduk, neng”.
“mau minum apa, neng ?”.
“ah nggak usah, Pak. nanti ngerepotin. saya cuma mau ngelihat keadaan Bapak. gimana, Pak ? udah enakan ?”.
“iya, neng. lumayan. balsemnya bener-bener bikin enakan”.

“oh gitu ya, Pak ? bagus deh”.
“iya, neng…”.
“obatnya udah di minum, Pak ?”.
“udah, neng. udah saya minum semua”.
“oh iya, Pak. saya bawa makanan buat Bapak”.
“ha ? kenapa neng repot-repot bawa makanan segala ?”.
“ya nggak apa-apa, Pak. piringnya dimana, Pak ?”.
“biar saya siapin sendiri, neng”.
“biar saya saja, Pak. dimana piringnya, Pak ?”.
“nggak apa-apa, neng ?”.
“iya, Pak. nggak apa-apa”.
“oh, yaudah, neng. piringnya di sana, neng”. Laura menyiapkan makanan yang di bawanya.
“ayo, neng Laura makan juga”.
“saya udah makan, Pak”, jawab Laura tersenyum.
“ayo, neng. saya nggak enak makan sendiri. lagian kan neng Laura yang beli”.
“mm…iya deh, Pak”. Laura dan Sutanto pun makan bersama. Seperti biasa, Laura makan secukupnya.
“oh iya, Pak. ngomong-ngomong istri Bapak kemana ? kok nggak keliatan ?”.
“istri saya sudah meninggal 8 tahun yang lalu, neng”.
“oh maaf, Pak. saya nggak tau, maaf”.
“nggak apa-apa, neng”. Laura pun menemani Sutanto sampai sore karena gadis cantik itu merasa kasihan Sutanto yang sedang dalam masa penyembuhan sendirian saja di rumah.

“Pak. maaf nih, saya pulang dulu ya”.
“oh iya, neng. silakan. makasih banget udah nemenin saya dari pagi sampai sore”.
“iya, Pak. sama-sama. saya juga lagi butuh temen ngobrol”.
“oh begitu”.
“mari, Pak. saya pulang dulu”.
“iya, neng. sekali lagi makasih, neng..”.
“iya, Pak…”, Laura tersenyum. Akhirnya, pemandangan indah itu hilang juga dari mata Sutanto. Semenjak istrinya meninggal 8 tahun lalu, baru kali ini Sutanto mengobrol lama dengan wanita di rumahnya lagi. Sudah begitu, bukan sekedar wanita biasa tapi artis muda yang wajahnya seperti bidadari. Kesan yang ada di benak Sutanto kalau artis itu sombong, sangat bertolak belakang dengan Laura. Saat mengobrol tadi, Laura tak segan-segan tertawa dan tersenyum bersama guru tua itu. Cantik dan baik hati, persis seperti penggambaran seorang bidadari atau dewi, andai Laura menjadi istrinya, pasti akan terasa seperti di surga, dilayani wanita cantik setiap harinya.

Tunggu, memperistri Laura ? Sutanto tersenyum licik lalu mengambil sebuah buku catatan dari lemarinya. 5 hari sudah berlalu, Laura tak bisa datang karena sedang ada kerjaan, tapi dia selalu menelpon Sutanto supaya tahu kabarnya, gadis cantik itu perhatian ke Sutanto karena merasa harus bertanggung jawab ke guru tua itu.
“halo…”.
“Pak Tanto ? ada apa, Pak ?”.
“maaf, neng ganggu. Bapak mau nanya, nama balsem yang di kasih dokter waktu itu, apa neng namanya ?”.
“lho ? emang kenapa, Pak ?”.
“ini, non. balsem Bapak udah habis, Bapak mau beli lagi”.
“oh iya, resepnya saya yang megang. ya udah, Pak. nanti biar saya aja yang beli”.
“jangan, neng. biar Bapak beli sendiri aja”.
“nggak apa-apa, Pak. saya juga mau lihat keadaan Bapak sekalian”.
“mm..yaudah neng. makasih banget ya…”.
“sama-sama, Pak…”. Laura langsung membeli balsem di apotik setelah selesai suting terakhirnya untuk 1 minggu ke depan, tapi dia terjebak macet parah di jalan menuju rumah Sutanto.
“Pak Tanto. maaf, saya kena macet. jadi saya masih lama nyampenya”.

“iya, neng. nggak apa-apa”.
“Bapak nggak lagi butuh banget balsemnya kan ?”.
“nggak sih, neng. Bapak cuma jaga-jaga aja, soalnya balsemnya tinggal sedikit”.
“oh yaudah, maaf ya, Pak”, jawab Laura lembut.
“iya, neng….”.
“oh iya, Pak. gimana kakinya ? udah mendingan ?”.
“udah, neng. udah kayak biasa lagi. paling besok, Bapak juga udah bisa ngajar lagi”.
“oh gitu. syukur deh”. Laura akhirnya sampai di rumah Sutanto saat senja (sore menjelang malam).
“aduh, maaf, Pak. tadi macet banget”.
“iya, neng. nggak apa-apa. sebentar, neng”. Sutanto membawa minuman.
“ini, neng. diminum”.
“kok repot-repot, Pak”.
“udah, nggak apa-apa, neng. pasti neng Laura haus. ayo neng diminum”.
“iya, Pak. makasih, Pak”. Laura mengobrol dengan Sutanto sambil melepas lelah sebentar.
“Pak, saya minjem kamar mandinya sebentar”.
“oh, iya, neng. silahkan”. Saat keluar kamar mandi, Laura mencari-cari Sutanto, tapi tak kelihatan.

Ya sudah, Laura pun memutuskan untuk pulang tanpa pamit karena sudah cukup malam.
“klk klk…”, sepertinya pintunya terkunci. Saat sedang mencoba membuka pintu, Laura dibekap dari belakang.
“emmpphh emmffhhhh”, Laura memberontak sekuat tenaga, melepaskan dirinya dari bekapan seseorang itu. Tapi, sudah bisa ditebak, tenaga gadis mungil seperti Laura tidak berpengaruh. Orang itu mudah mengangkat Laura dan membawanya ke dalam kamar.
“bugg !!”, Laura dilempar ke atas tempat tidur.
“Pak Tanto ?! Mau apa ??!!!”, ketika Laura mau bangun, Sutanto langsung menomploknya, menekan tubuh Laura agar tidak bisa kemana-mana.
“udah lama Bapak nggak nidurin perempuan, neng. hehehe”, seringai jahat tercetak di wajah Sutanto. Sangat berbeda 180 derajat, wajah Sutanto yang tadi kelihatan arif dan bijaksana, kini seperti wajah perompak.
“JANG, hmmpppfffh !!”, Sutanto langsung menambal mulut Laura dengan bibirnya.
“haph..ummm nyeemmhhh”. Laura menggelengkan kepalanya kesana kemari sambil berusaha untuk teriak.

Namun, bibir Sutanto sangat gigih mengejar bibir Laura. Dengan gemasnya, guru tua itu mengemut-emut bibir Laura yang empuk dan lembut sambil berusaha menyelipkan lidahnya masuk ke dalam mulut Laura. Gadis cantik itu meronta-ronta sekuat tenaga, menutup bibirnya rapat-rapat. ‘pertahanan’ Laura masih kuat, insting laki-laki sejati milik Sutanto pun mengambil alih. Pria tua itu mulai mencumbui sekujur leher Laura.
“jangan, Pak…tolong…jangaan, Paak…”. Rupanya Laura sangat sensitif. Baru diciumi sebentar saja, tubuhnya sudah melemah. Mudah sekali bagi Sutanto. Lidah kasar guru tua itu pun menjalari sekujur leher Laura yang mulus.
“aaahhhmmm jangaannhhh Paaakkhhh….”, lirih Laura begitu lemah. Terlalu mudah, Sutanto sudah membayangkan betapa nikmatnya menggumuli Laura yang cantik itu. Tapi, tiba-tiba.
“TAAKKK !!”, Laura memukul kepala Sutanto dengan sesuatu dan mendorongnya. Sepertinya itu buku pelajaran. Tenaga Laura seperti meningkat 3x lipat, Sutanto sampai terjatuh ke bawah.

Kunci yang tadi di kantung Sutanto terlempar keluar. Laura langsung mengambil kunci itu dan membuka pintu depan. Dia berlari masuk ke dalam mobilnya, menginjak pedal gas dalam-dalam. Sementara Sutanto sedikit berlari ke pintu depan rumahnya. Meski terasa lumayan sedikit nyut-nyutan, tapi Sutanto malah tersenyum. Laura yang sudah jauh dari rumah Sutanto memberhentikan mobilnya. Dia menangis, dia benar-benar syok berat, dirinya hampir menjadi korban perkosaan karena terlalu baik dan percaya ke Sutanto. Setelah sudah bisa mengontrol emosinya, Laura pulang ke rumah. Semenjak kejadian itu, Laura jadi sering murung dan diam. Bukan karena dia masih syok, tapi ada sesuatu yang lain. Gadis cantik itu sendiri bingung, padahal dia hampir diperkosa Sutanto, tapi kenapa dia sekarang jadi memikirkan wajah guru tua itu terus. Bahkan sangat parah, lamunan dan mimpi Laura selalu menuju peristiwa waktu itu. Artis berwajah cantik natural itu kini selalu membayangkan apa yang akan terjadi kalau sampai digumuli Sutanto.

Bukan membayangkan karena takut diperkosa, tapi malah cenderung penasaran apa yang akan terjadi padanya kalau dia sampai mempasrahkan tubuhnya untuk digeluti si guru tua. Dara cantik itu selalu gelisah, tak tenang, dan tak bisa tidur nyenyak, peristiwa waktu itu dan wajah Sutanto selalu muncul di benaknya. Ya, Laura telah terkena pelet dari Sutanto. Di minuman yang waktu ia minum, terdapat ramuan pelet Sutanto. 4 hari sudah, Laura benar-benar tak tahan dengan perasaan gelisahnya. Laura pun mendatangi rumah Sutanto lagi.
“tok tok tok !!”.
“lho ? neng Laura ? ayo masuk…”, sapa Sutanto yang membuka pintu seolah kejadian waktu itu tak pernah terjadi.
“ayo, neng, silakan duduk…”. Laura hanya tertunduk malu, wajahnya sangat merah. Dia sangat malu, dia mengasumsikan sendiri kalau dia sedang menyerahkan dirinya sendiri ke Sutanto untuk disetubuhi.
“ada apa, neng ?”, tanya Sutanto dengan senyuman licik.
“emm…”.
“kenapa, neng ?”.
“SAYA NGGAK BISA NGELUPAIN WAKTU ITU !”, jawab Laura dengan sekali nafas.

Jelas sekali, Laura sendiri yang bilang seperti itu. Meski dalam pengaruh pelet, tapi tetap saja bukan dalam keadaan terpaksa.
“tolong saya, Pak. saya nggak tau harus gimana….”.
“jadi, neng Laura mau ngelanjutin yang waktu itu ?”. Laura tak menjawab, dia hanya menunduk.
“diem berarti iya lho, neng ?”. Laura tetap hanya menunduk.
“ya udah kalo gitu. neng Laura ikut Bapak ke kamar”. Sutanto pun merangkul Laura dan ‘menggiring’ bidadari cantik itu ke kamarnya. Laura di dudukkan di tepi ranjang, di sebelah Sutanto.
“tapi, Pak…..”.
“tenang aja, neng…waktu itu Bapak kalap, sekarang Bapak bakal pelan-pelan…”. Sutanto mendekatkan mulutnya ke mulut Laura. Laura pun melengos ke samping.
“kenapa ngindar, neng ?”.
“saya…”, Laura masih ragu-ragu, akalnya sedang bertarung melawan efek pelet. Laura berdiri dan keluar kamar. Rasanya dia tak bisa menyerahkan keperawanannya begitu saja ke Sutanto hanya karena penasaran. Sutanto langsung mengejar ‘buruan’nya itu.

“mau ke mana, neng ?”.
“maaf, Pak. saya nggak bisa…”.
“ayo dong, neng. kita sama-sama pengen kan ?”, bujuk Sutanto. Sutanto pun mendekap Laura dari belakang.
“maaf, Pak….”. Pria tua itu merasa Laura harus mendapatkan persuasif terlebih dulu.
“ccpphh ccpphhh cup”, Sutanto mengecupi dan mencumbui tengkuk leher Laura.
“hemmm….jangaann, Paakk….”. Artis berwajah cantik polos itu menggeliat, merasa geli sambil berusaha melepaskan diri dari dekapan Sutanto. Namun karena Laura sudah terkena pelet, rasanya perlawanan Laura hanyalah untuk ‘memancing’ nafsu Sutanto. Si pria tua itu pun terus menciumi tengkuk leher Laura dan menikmati betapa harumnya tubuh artis muda itu.
“jangaan, Paak…”, Laura melirih pelan. Efek pelet ditambah gairah yang mulai terpancing karena ciuman-ciuman Sutanto di lehernya, membuat Laura mulai ‘lemah’. Kedua tangan Sutanto yang tadi melingkar di pinggang Laura kini mulai merayap ke atas.
“emmm…Paaakhh…”, seketika Laura mendesah pelan saat merasakan kedua susunya diremas-remas lembut oleh Sutanto.

Baru kali ini, Laura merasakan remasan pada kedua buah dadanya. Rasanya enak seperti dipijat dan memicu rasa hangat geli pada perasaannya. Sutanto menyeringai licik, bidadari itu sudah dikuasainya. Sutanto menggiring Laura kembali ke dalam kamar. Masih dalam posisi memeluk Laura dari belakang, Sutanto terus memainkan payudara artis cantik itu dengan gemasnya. Tak besar memang, tapi sangat ‘pas’ untuk digenggam. Momen sunyi namun mengasyikkan bagi Sutanto yang sedang menggrepei wanita secantik Laura tanpa adanya perlawanan. Bahkan Sutanto bisa mendengar nafas Laura yang semakin cepat dan eluhan pelan keluar dari bibir tipisnya. Pria tua itu tak mau berlama-lama, dia membuka resleting baju Laura, meloloskan kedua tali baju dari pundaknya. Laura seakan tak punya kuasa lagi atas tubuhnya. Tangannya tak bisa menghentikan perbuatan pria tua cabul itu yang sekarang berencana untuk menelanjanginya. Baju Laura pun meluncur mulus ke lantai sehingga hanya tinggal bh dan cd yang melekat di tubuh Laura.

Sutanto memutar tubuh Laura. Dia memandangi bidadari itu dari kepala sampai kaki. Sungguh tubuh yang indah dan putih mulus !. Sutanto benar-benar tertegun dengan kemulusan tubuh Laura. Sementara Laura hanya bisa menunduk malu dan menutupi daerah dada dan pangkal pahanya dengan kedua tangannya, wajahnya sangat merah. Dia belum pernah dalam keadaan setengah telanjang di hadapan pria sebelumnya. Tonjolan langsung mencuat di celana Sutanto, air liur pun serasa hampir menetes keluar. Sutanto menyingkirkan kedua tangan Laura. Ada sedikit penahanan pada kedua tangan Laura. Sepertinya masih ada ‘kesadaran’ Laura di tengah pengaruh pelet Sutanto. Dengan sedikit tenaga, Sutanto berhasil menahan kedua tangan Laura di samping tubuhnya. Tanpa pikir panjang, Sutanto membenamkan wajahnya ke buntalan daging kembar nan empuk yang putih mulus itu.
“akhh !”, Laura terpekik kaget.
“jangann, Paak….”, Laura masih menunjukkan penolakan. Ternyata batinnya masih bisa sedikit melawan pengaruh pelet guru tua itu.

Tapi, tetap saja, harusnya Laura bisa menendang selangkangan Sutanto karena kedua kakinya tak terkekang apa-apa, bidadari itu malah diam saja. Bagai seekor binatang yang sudah menaklukkan ‘mangsa’nya, Sutanto mengendus-endusi tubuh Laura. Sungguh wangi dan sangat harum. Aroma parfum vanilla dan jeruk segar yang dipakai Laura menambah gelora nafsu Sutanto. Sutanto pun merogoh ke dalam bh Laura dan menggenggam ‘bantalan’ empuk yang ada di dalamnya.
“ummm”, gumam Laura pelan. Remasan-remasan pada payudaranya membuat Laura mulai bergumam. Empuk dan rasanya hangat sekali. Sutanto pun mengeluarkan tangannya dan segera meraih kaitan tali bh yang ada di punggung Laura. Begitu kait terlepas, Sutanto langsung menarik bh Laura dan membuangnya ke lantai. Guru mesum itu langsung menahan kedua tangan Laura yang mau menutupi payudaranya.
“neng Laura. Bapak mau nyusu bentar. HEHEHE !”, usai berkata demikian, Sutanto langsung mencaplok payudara kiri Laura.

“aahmm heemmmhhh….Paaakkhhh….”, lirih Laura, pelan dan lembut. Kedua mata Laura menutup, bibir bawah dikulum olehnya sendiri. Sepertinya, kini dia sudah benar-benar ‘kalah’. Baru kali ini Laura merasakan sensasi basah, geli, tapi nikmat sekaligus dan juga membuat tubuhnya serasa hangat. Tak heran kalau dia kelihatan meresapi aktivitas Sutanto yang mengenyoti payudara kirinya. Payudara kanan Laura tentu tak dibiarkan begitu saja oleh Sutanto. Tangannya menjamah ‘kemasan’ susu  nan mulus Laura yang satu lagi. Memijat, meremasnya, dan memilin-milin putingnya.
“uhhmmm….”, Laura kelihatan semakin menikmatinya. Dalam keadaan seperti ini, bukan pelet yang mengambil alih pikiran Laura, tapi gairah gadis cantik itu sendiri yang melemahkan akal sehatnya. Puas dengan payudara kiri, mulut Sutanto cepat bergeser dan hinggap di payudara kanan Laura. Pria tua itu mulai mengenyot lagi. Sudah lama Sutanto tak mengenyot payudara wanita, tak heran dia kelihatan begitu nafsu dan serakah menyusu pada Laura.

Lihat saja, pipi guru cabul itu sampai kempot saat mengenyot kedua buah payudara Laura bergantian. Untuk semakin merangsang si bidadari cantik berkulit putih mulus, tangan Sutanto mulai bergrilya. Menyelip masuk ke dalam cd milik Laura dengan sangat mudah dan langsung menangkup isinya. Begitu hangat dan lembap. Persis seperti yang dibayangkan Sutanto. Tangan Sutanto mulai mengelus-elus naik-turun.
“uuummhhhhh….”, lirih Laura. Jari tengah Sutanto tepat di belahan bibir vagina Laura. Gairahnya semakin lama semakin naik. Nafas Laura kian memburu. Sutanto tahu kalau dara cantik ini memang sudah benar-benar terangsang. Hawa hangat tubuhnya menandakan gairah yang mulai terpancing. Dengan gerakan cepat, Sutanto melucuti satu-satunya pakaian yang menempel di tubuh Laura. Celana dalam Laura diturunkan Sutanto sampai lutut. Tatapannya nanar dan takjub melihat daerah intim Laura. ‘apem’ Laura terlihat sangat menggiurkan, mulus, rapat, dan wangi. Tanpa ragu-ragu, Sutanto langsung membenamkan wajahnya ke selangkangan Laura yang sudah tak terlindungi lagi.

“aaahhh jangaan Paakk…jangaannhh….”, dengan sisa kesadaran dan tenaganya, Laura menahan kepala Sutanto menjauh dari daerah pribadinya. Tentu guru tua itu tetap bersikeras. Dia menjulurkan lidahnya, menyentuh bibir kemaluan Laura.
“aahmm…”, tubuh Laura bergetar. Tenaganya mengendur setelah ‘terbuai’ belaian lidah Sutanto pada vaginanya. Guru cabul itu pun langsung menggunakan kesempatan dengan membenamkan kepalanya semakin masuk ke selangkangan Laura.
“ccpphh emmm enaakk….”, desah Sutanto terus menjilati vagina Laura.
“mmhhh uummm Paaaakkhhhh….”. Laura tak bisa menahan sensasi nikmat pada selangkangannya. Baru pertama kali ini, ada seseorang yang menciumi dan menjilati kemaluannya. Dia tak pernah menyangka kalau rasanya sungguh enak seperti ini. Meski dalam pengaruh pelet, Laura masih ‘dirinya’ sendiri. Dia benar-benar sadar kalau vaginanya sekarang sedang ‘diinvasi’ oleh seorang pria yang bukan suaminya, bahkan baru beberapa hari dikenalnya.

Tapi, seakan-akan dia tak mampu menghentikan perbuatan Sutanto atau mungkin lebih tepatnya, dia tak ‘mau’ menghentikan Sutanto. Itulah cara kerja pelet yang digunakan Sutanto. Membuat si korban pasrah terhadap perlakuan apapun dari si pengguna pelet, tapi korban masih dalam keadaan ‘sadar’. Mungkin pelet Sutanto lebih tepat dibilang hipnotis tingkat lanjut. Laura benar-benar tak berdaya lagi menahan ‘serangan’ lidah si guru cabul pada daerah pribadinya. Yang tadinya kedua tangan Laura ingin menjauhkan kepala Sutanto, kini malah menekan kepala Sutanto ke selangkangannya sendiri. Dan kedua kaki Laura secara alami melebar, Sutanto pun semakin leluasa menggerogoti vagina Laura.
“aaahh ahhh aaahhh EEMMMHHHHH !!!!!”, Laura mengerang kencang, tubuhnya menegang, dia menekan kepala Sutanto sekencang-kencangnya sambil memajukan pinggulnya.
“srrruuppphhh ssrrpphhh”, dengan rakusnya Sutanto mengkokop ‘kuah’ vagina Laura. Rasanya asin, gurih, dan juga manis. Kaya akan rasa.

Sutanto
Sutanto
Sutanto pun memegangi pantat Laura agar alat kelamin bidadari cantik itu tetap bisa disosor olehnya.
“udaahh…udaaahhh…”, desah Laura memohon agar Sutanto berhenti menjilati vaginanya. Laura menggigit bibir bawahnya dan kembali berusaha mendorong kepala Sutanto. Wajah bidadari cantik itu merah dan terlihat sangat bergairah. Tak dapat dipungkiri, rasa kenikmatan yang memuncak lalu dilepaskan alias orgasme tadi benar-benar membuat Laura merasakan enak luar biasa. Bidadari cantik itu tak pernah merasakan orgasme sebelumnya, tak heran ia sangat menikmatinya.
“aahhh udaahh Paakhhh emmm udaaahhhhh”, pinta Laura memelas dan berusaha sekuat tenaga menjauhkan Sutanto dari kemaluannya. Namun, otak dan tubuhnya tidak sinkron. Tubuhnya ketagihan dengan rasa nikmat dari jilatan demi jilatan Sutanto. Alhasil, Laura seperti ogah-ogahan ‘menolak’ kemauan Sutanto.
“UUMMMHHHHH !!!”, pria tua itu pun berhasil membuat ‘sungai’ surga duniawi milik Laura kembali mengalir. Diminumnya seperti orang kehausan.

“memek neng Laura enak. hehehe”. Laura tak berkata apa-apa, dia hanya terduduk lemas. Wajahnya terlihat seperti orang kepayahan, nafasnya tak teratur, keringat bercucuran, dan wajah memerah. Daerah selangkangannya terasa begitu basah, namun terasa enak, dan tubuhnya pun terasa ringan. Sedang terjadi pertempuran batin di hati Laura. Satu pihak menyuruhnya untuk tidak mengagumi kenikmatan yang ia rasakan, di lain pihak, ia mengakui kalau tadi adalah rasa paling luar biasa yang dirasakannya. Sementara itu, Sutanto sudah melucuti celananya. ‘rudal’nya mengacung tegak mengarah ke Laura seakan sudah menentukan targetnya. Laura menatap penis Sutanto yang kelihatan besar dan kekar itu. Baru kali ini ia melihat penis pria secara langsung dengan kedua matanya sendiri. Dia terlihat ngeri dan takut, bergidik karena benda tumpul mirip pentungan itu terlihat sangat besar. Meski Laura tak pernah berhubungan intim satu kali pun alias perawan ting-ting, tentu dia tahu kemana kejantanan itu akan ‘berkunjung’.

Dan rasanya liang vaginanya tak akan mampu menampung benda sebesar itu. Apa? tunggu. Laura sadar kalau tadi dia baru saja memikirkan bagaimana jika sampai penis Sutanto menjejali vaginanya. Kenapa dia memikirkan itu ? bukankah harusnya dia bisa melawan lalu kabur, pikir Laura yang mulai mengalahkan pengaruh pelet dengan harga diri dan kesadarannya. Namun, terlambat. Sutanto menekan pipi Laura dan langsung menghujamkan penisnya ke dalam mulut Laura.
“ugghh ugghh”, air mata merembes keluar dari sela-sela mata Laura.
“ohog ohog ohog….”, Laura terbatuk-batuk dan merasa mual sekali. Hujaman penis Sutanto mengenai kerongkongannya berkali-kali. Saat Laura masih megap-megap mengambil nafas, Sutanto mencekoki Laura dengan penisnya lagi. Pengaruh pelet itu pun kembali menguat dan ‘meninju’ kesadaran Laura sampai K.O. Kini, gadis cantik itu sudah benar-benar akan menjadi mangsa nafsu Sutanto. Saat Sutanto mengeluarkan penisnya dari mulut Laura, dengan sendirinya, gadis cantik itu membuka mulutnya dan ‘mencaplok’ burung Sutanto.

Laura mengulum kemaluan Sutanto sambil terus menggumam seperti orang yang sedang menikmati ‘sajian’ yang lezat.
“mm…mm…wah, neng Laura demen ya sama burung Bapak ?”, ejek Sutanto sambil mengeluh-eluh keenakan. Memang teknik Laura masih sangat kaku, tapi emutannya cukup membuat Sutanto keenakan. Laura kelihatan benar-benar larut ketika mengemut-emut kepala penis Sutanto.
“udah neng. sekarang kita langsung aja….”. Sutanto membantu Laura berdiri. Laura mengangkat kedua kakinya bergantian saat cdnya yang masih menyangkut di lututnya diturunkan Sutanto. Jadilah Laura telanjang bulat di hadapan Sutanto. Sutanto pun sudah ngaceng berat, di depannya berdiri seorang bidadari berwajah cantik luar biasa, berkulit putih mulus, bugil, dan lebih bagus lagi, tak berdaya melakukan apapun karena dalam pengaruh peletnya. Pria tua itu sudah tak sabar ingin ‘menjarah’ tubuh menggiurkan Laura. Laura diletakkan di tempat tidur oleh Sutanto.

Sutanto pun melucuti bajunya sampai ia telanjang juga. Kini, kedua manusia itu sama-sama telanjang bulat dengan 2 kondisi berbeda. Yang satu, sadar kalau akan memperkosa seorang artis muda yang sangat cantik dan melampiaskan nafsu birahi kepadanya. Yang satu lagi, memang sadar, namun dia seperti tak bisa mengontrol tubuhnya sendiri dan membiarkan dirinya diperkosa. Sutanto melebarkan kedua paha Laura untuk memperjelas sasaran tembaknya yang tak lain adalah alat kelamin Laura. Sutanto sengaja menggesek-gesekkan penisnya ke belahan vagina Laura yang sangat tertutup rapat.
“umm ummm”, gumam Laura pelan, pinggulnya naik-turun seperti ‘mencari’ pasangannya. Sutanto tersenyum licik, dia ingin mempermainkan batin si dara cantik itu terlebih dahulu.
“gimana, neng? masukin nggak?”, goda Sutanto yang terus menggesek-gesekkan alat kelaminnya ke vagina Laura.
“masukin, Paakhh…pleaseee….”, lirih Laura memelas.
“oke deh…hehe…”.
“heekh…ennggg…”, Laura terpaku dan matanya terbelalak saat kepala penis Sutanto mulai mendobrak bibir vaginanya masuk ke dalam.

Bejat tapi masih baik. Sutanto tak tega melihat Laura yang kelihatan menahan rasa sakit yang teramat sangat. Dia tak bergerak, memberikan waktu agar Laura bisa beradaptasi. Sutanto mulai memajukan ‘cacing’ besarnya, menggali vagina Laura lebih dalam.
“heennn….”. Agak dalam, Sutanto bisa merasakan penisnya merobek sesuatu. Dorong perlahan hingga akhirnya, seluruh batang keperkasaannya amblas ke dalam liang kewanitaan Laura dan pas mentok sampai di ujung rahim Laura.
“oohhh…..”, desah Sutanto. Liang vagina Laura benar-benar hangat, sangat sempit, dan juga peret. Inilah kedahsyatan menyodok vagina yang masih perawan. Sutanto pun merem melek, penisnya seperti dicengkram kuat sekaligus dipijit-pijit oleh dinding vagina Laura. Selangkangannya terasa amat pedih, penuh sesak, dan rasanya seperti terbakar. Air mata Laura merembes keluar lagi. Baru pertama kali, tapi dinding vaginanya sudah dipaksa melar untuk benda tumpul yang sangat besar itu.

“nnhhh..”, Laura menggigit bibir bawahnya saat Sutanto menarik penisnya perlahan. Dara cantik itu merasa vaginanya seperti ikut tertarik. Sutanto mendorong lagi penisnya masuk ke ‘gua cinta’ milik Laura secara perlahan. Tarik-ulur perlahan, sengaja untuk membiasakan artis cantik itu menerima ‘tikaman’ penis pada kemaluannya. Sambil ‘melatih’ Laura, Sutanto pun memperhatikan batang penisnya yang berlumuran darah. Darah keperawanan dari selaput dara Laura yang sudah robek.
“emmmhhh….”. Lenguhan kesakitan itu mulai berubah jadi gumaman nikmat.
“umm….”. Laura masih merasakan perih namun sudah bercampur dengan rasa nikmat yang luar biasa sehingga dia mulai menikmati rasa enak dari penis Sutanto yang ‘menyikati’ liang vaginanya perlahan. Kian lama rasa nikmat itu semakin kuat, Laura mulai mengeluarkan desahan-desahan penuh kenikmatan.
“plk plk plk plk”. Sutanto mulai meningkatkan tempo tumbukan penisnya terhadap vagina Laura.
“aaahhh aaahhh uummhhh mmmhhh”, nafas Laura semakin cepat, berbanding lurus dengan kecepatan hujaman penis Sutanto.

“cllkk cllkk cllkk”. Liang vagina Laura semakin becek, Sutanto makin mudah mempercepat hujaman penisnya.
“plok plok plok plok”, bunyi selangkangan mereka yang beradu dengan cepat.
“emmmmhhhh mmmhhhh….”. Tubuh Laura pun mengejang dan memeluk Sutanto dengan erat. Pria tua itu berhenti sejenak sekedar ingin meresapi siraman vagina Laura yang begitu hangat pada batang kejantanannya. Tak lama kemudian, Sutanto mulai menggenjot lagi.
“ccpphhh ccpphhhh”. Sutanto melumat bibir Laura dengan sangat bernafsu, dan Laura juga membalasnya dengan begitu bergairah. Bibir mereka saling kejar mengejar, lidah mereka saling belit membelit. Bagai sepasang kekasih yang bercumbu dengan panasnya ketika bercinta, padahal Laura sedang dalam kondisi diperkosa. Bukan pelet yang membuat Laura membalas ciuman Sutanto dengan penuh gairah. Dalam tahap ini, tidak perlu pelet untuk membuat Laura menjadi sangat ‘bergairah’ dan kooperatif.

Nafsu birahinya sendiri yang membuat Laura berubah 180 derajat seperti itu.
“oohhhh…”, desah Laura lepas. Rasa nikmatnya tak bisa dilukiskan. Tak terbayangkan kalau bersetubuh akan senikmat ini. Kedua kaki Laura pun melingkar di pinggang Sutanto. Kedua tangannya merangkul leher guru tua itu. Aroma tubuh Laura yang wangi bercampur keringat dari birahinya yang sedang menggelora benar-benar sangat membangkitkan hawa nafsu Sutanto. Si guru tua semakin gencar menyodok-nyodok vagina si gadis cantik. Tak jarang juga, ia memutar pinggangnya agar penisnya bisa mengaduk-aduk rahim.
“ooouuhhh aaahhhh uummhhh….”. Nafas keduanya semakin menderu-deru, keringat mereka bercucuran semakin banyak. Desahan dan eluhan mereka pun saling bersahut-sahutan. Baik si bapak tua maupun si gadis muda sedang terengah-engah, berlomba mencapai puncak dari kenikmatan yang mereka dapatkan dari alat kelamin mereka yang terus saling bergesekkan.
“ooh aah ooh aah ouuhh !!”.
“jleb !”. Sutanto mendorong penisnya sekuat tenaga sampai Laura juga ikut terdorong.

“OOKKHHHH !!!!”, erang Sutanto melepaskan orgasmenya.
“OOUUUHHHH !!”, Laura mengerang juga. Letupan sperma Sutanto begitu kuat sampai membuat tubuh Laura berkedut-kedut setiap kali rahimnya ‘ditembak’.
“hhhhh….”. Keduanya mengatur nafas mereka yang tak teratur. Sutanto memandangi wajah Laura. Betapa puasnya dia telah menggumuli wanita yang begitu cantiknya. Dan tambah puas mengingat di dalam rahim bidadari yang sedang dipandanginya itu telah menggenang air maninya. Terbayang oleh Sutanto kalau Laura sampai hamil olehnya. Laura pun menatap kosong ke langit-langit rumah Sutanto. Hilang sudah keperawanannya. Direnggut oleh seorang pria tua yang berprofesi guru namun cabul. Tapi Laura bingung, apakah dia baru saja diperkosa atau baru saja bercinta. Dibilang diperkosa, tapi tadi ia pasrah dan melayani Sutanto dengan sangat bergairah. Dibilang bercinta, tapi tadi kadang Laura sadar kalau dia dipaksa melakukan hubungan badan. Yang jelas Laura benar-benar merasa sangat lemas, namun terasa enak dan lega.

Dalam hatinya ia juga mengakui kalau sensasi tadi benar-benar sangat luar biasa. Dan rasa hangat pada rahimnya juga membuat Laura merasa nyaman. Inikah yang namanya surga duniawi ?, tanya Laura sedang mencoba berusaha menelaah sensasi terhebat yang pernah ia rasakan pada hidupnya yang baru saja ia rasakan tadi. Harga dirinya sebagai wanita terhormat dan berpendidikan mengatakan seharusnya ia bersedih karena mahkota tubuhnya alias keperawanannya telah hilang. Namun, naluri alaminya sebagai wanita mengatakan kalau pergumulan tadi adalah momen yang sangat luar biasa nikmat dan ingin merasakannya lagi. Wajah cantik Laura terlihat begitu polos dan alami. Sungguh wajah yang mirip bidadari, ujar Sutanto berpuitis di dalam hatinya. Penis Sutanto yang telah menumpahkan isinya ke dalam rahim Laura pun kian menyusut. Dia mencabut penisnya. Dan seketika cairan putih agak kemerah-merahan pun meleleh keluar dari sela-sela bibir kemaluan Laura.

Lendir kental yang terbuat dari cairan cinta Laura, darah perawan Laura, dan air mani Sutanto meleleh keluar dari celah sempit di selangkangan Laura. Lendir kehidupan, di situlah setiap manusia berasal. Sutanto pun menindih Laura lagi, mencumbui lehernya untuk menaikkan gairah si cantik itu lagi.
“emmhhh….”. Leher, bibir, dan payudara Laura menjadi target cumbuan Sutanto. Alhasil, Laura bergairah kembali. Ia menunjukkannya dengan cara membalas pagutan Sutanto penuh gairah. Berhasil membuat gadis cantik seperti Laura terangsang kembali tentu membuat Sutanto ereksi penuh lagi. ‘tongkat pacul’nya sudah siap digunakan untuk menggarap ‘sawah’ yang ada di depannya. Malam itu, mungkin 3-4 kali Sutanto menikmati tubuh indah Laura. Laura pasrah dirinya dicabuli terus oleh Sutanto. Pertama saja dia tak bisa melawan apalagi seterusnya saat dia sudah lemas dan tak berdaya. Jadi, tak ada pilihan lain selain pasrah. Lagipula, tak bisa dipungkiri, Laura malah kelihatan begitu menikmati disetubuhi oleh guru tua itu berkali-kali.

Tubuhnya terasa lemas sekali, bagai tak punya tulang. Laura pun tertidur. Burung Sutanto pun sudah lemas, tak bisa ‘meludah’ lagi. Keduanya tertidur. Sutanto yang biasa bangun pagi, bangun duluan. Ia tersenyum melihat Laura yang masih terlelap. Tubuhnya telanjang, tak mengenakan apapun. Sutanto geleng-geleng kepala. Kulitnya benar-benar putih mulus, indah sekali. Guru tua itu berencana untuk ‘memiliki’ Laura agar bisa menggenjot gadis cantik itu kapanpun ia mau. Saatnya strategi pembuat takluk dilaksanakan. Strategi dengan ilmu magis yang digunakan Sutanto terhadap Laura sebenarnya sama dengan istrinya yang telah meninggal. Ya, istrinya yang dulu merupakan kembang desa juga korban dari kehebatan ilmu magis Sutanto. Pertama, dipelet tingkat lanjut, diperkosa, lalu digumuli terus menerus sambil dicekoki ramuan agar menjadi tunduk dan patuh, sebelum akhirnya dipersunting menjadi istri. Sutanto menyiapkan sarapan untuknya sendiri dan untuk Laura. Setelah rapih, dia komat-kamit di depan pintu rumah lalu meludah ke pintu rumahnya.

Prosedur yang harus dilakukannya agar Laura tidak mau meninggalkan rumah. Laura terbangun. Selangkangannya terasa begitu ngilu dan juga lengket. Teringat tentang kejadian tadi malam. Laura menangis. Harga dirinya telah hilang. Selain itu, dia menangis karena kecewa dengan dirinya sendiri. Kecewa karena dia seharusnya tak menikmati pergumulan tadi malam. Cukup lama dia menangis, namun terhenti karena perutnya sangat lapar.
“aaww uww….”, Laura turun dari tempat tidur dengan perlahan. Selangkangannya terasa ngilu sekali. Tadi malam, Sutanto juga menjebol anusnya. Tak heran kalau Laura merasa begitu ngilu. Laura menuju kamar mandi. Dia membersihkan tubuhnya, terutama selangkangannya yang ‘kotor’. Tak ada handuk untuk mengeringkan tubuhnya. Dia pun kembali ke kamar, mencari pakaiannya. Tak ditemukan. Sambil berbasah-basahan, Laura berjalan pelan ke semua sudut rumah untuk mencari pakaiannya, tapi tetap tak ketemu. Saat mencari, Laura mencium aroma makanan yang membuat perutnya bernyanyi keroncong.

Naluri alaminya membuatnya berhenti dan membuka tudung saji. Dia semakin lapar melihat nasi goreng telur yang ada di meja. Berpikir tak ada orang lain, Laura memutuskan untuk duduk dan menyantap nasi goreng itu dalam keadaan telanjang bulat. Laura makan dengan buru-buru. Dia merasa was-was, takut ada yang melihatnya telanjang. Tapi juga ada perasaan menggelitik, liar, dan begitu nakal. Baru kali ini Laura tak mengenakan apapun di luar kamar. Dan lebih parah lagi, Laura telanjang di rumah orang. Dia merasa begitu liar, sensasi yang aneh namun cukup memberi rasa gelitik di dirinya. Usai makan, Laura cepat-cepat masuk ke dalam kamar. Dia berusaha berpikir jernih. Lemari pakaian yang ada di dalam kamar terkunci. Tadi dia juga sudah mencari ke segala ruangan untuk menemukan sesuatu yang bisa dikenakannya, tapi tak ada. Dia memandang seprei yang acak awut dan ada bercak-bercak putih kemerah-merahan. Benarkah ia mau memakai seprei kotor yang telah menjadi saksi bisu atas hilangnya keperawanannya ?.

Di saat itulah, Laura melihat sarung yang ada di pojok kasur. Masa bodohlah, Laura pun mengenakan sarung itu dan melilitkan ke tubuhnya. Dia terlihat seperti memakai kemben. Lumayan lah, bisa menutupi dari dada sampai lututnya. Laura pun duduk di kasur, memikirkan nasibnya saat ini. Sebagai seorang wanita, kalau sudah tidak perawan, maka seperti tak ada masa depan lagi untuknya. Tapi, mau apa dikata, nasi sudah jadi nasi goreng. Tak bisa diubah lagi. Sekarang yang menjadi pikiran Laura, bagaimana caranya dia keluar dari rumah itu. Tak mungkin dia keluar menuju mobilnya yang diparkir di depan rumah Sutanto dengan hanya menggunakan sarung untuk menutupi tubuh telanjangnya. Kalaupun ia nekat, pasti akan ada orang yang melihatnya, dan tentu akan berpengaruh padanya karena ia public figure. Apa kata wartawan jika ada yang tahu kalau dia baru saja keluar dari rumah seorang duda dengan hanya mengenakan sarung saja pada tubuhnya.

Belum lagi, ia khawatir kalau guru tua yang bejat itu telah mengambil gambar atau videonya saat dia tertidur tanpa mengenakan busana. Akhirnya, dengan terpaksa, Laura memutuskan untuk tinggal dan menunggu Sutanto datang. Itulah kegunaan mantera Sutanto tadi, membuat Laura secara tak sadar ingin tetap tinggal di rumah Sutanto. Batin Laura seperti memberi 1001 macam alasan baginya agar tak meninggalkan rumah itu padahal pintu rumah tidak dikunci Sutanto. Selama menunggu, Laura malah kepikiran tentang kejadian tadi malam. Ia seperti terngiang-ngiang akan ‘burung’ Sutanto dan keperkasaan guru tua itu tadi malam. Seberapa keras pun Laura mencoba untuk menghilangkan pikiran ‘nakal’ itu, tetap saja dia kembali tersipu dan terbayang disetubuhi Sutanto lagi, seperti orang yang sedang jatuh cinta, selalu membayangkan momen-momen indah bersama orang yang dicintainya. Semakin dibayangkan, Laura merasa sedikit ‘lucu’ pada daerah intimnya. Rasanya gatal menggelitik. Tanpa sadar, Laura menggerakkan tangannya dan mulai mengelus-elus lembut miss V-nya.

“emmm….”, gumam Laura lembut. Elusan-elusan tangannya sendiri memberikan rasa nikmat kepadanya. Laura mulai semakin intens mengusap-usap bibir vaginanya.
“uummhhh hmmmmhhh….”. Semakin lama memang semakin nikmat, tapi juga semakin ‘gatal’, terutama pada bagian dalam vaginanya.
“uwwmmhhh….”, sambil menggigit bibir bawahnya, Laura memasukkan jari telunjuknya. Baru kali ini ia melakukan masturbasi, tapi ia kaget sendiri kenapa ia lancar sekali melakukannya. Enak sekali rasanya, semakin dipercepat gerakan jarinya, maka semakin enak.
“aahhmmm eemmhhh”. Jari tengah Laura menyusul masuk dan membuat dara cantik itu semakin larut dalam masturbasinya. Saking larut dan terangsangnya, Laura tidak sadar kalau ada yang memperhatikannya bermasturbasi.
“aaah aahh ahhh AHNNNN !!!!”, tubuh Laura menekuk ke atas, begitu tegang. Pinggul Laura sampai terangkat dari kasur.
“hhh hhh hhh…”, Laura mengatur nafasnya, tubuhnya terasa ringan dan sekarang menjadi rileks.

“eh neng Laura belum pulang ?”. Laura langsung kaget. Refleks dia langsung menarik kain sarungnya untuk menutupi daerah intimnya. Wajahnya makin merah, nafasnya terengah-engah.
“neng Laura abis ngapain ? kok ngos-ngosan gitu ?”, ejek Sutanto. Laura tak menjawab, dia merasa sangat malu. Pasti Sutanto tahu kalau tadi ia masturbasi.
“neng Laura laper ? nih Bapak bawain makanan…”.
“kok diem aja ? mau nggak nih ?”. Laura tetap diam.
“yaudah, Bapak makan sendiri kalau begitu…”.
“kruuuk…”, perut Laura bernyanyi lagi. Sudah sewajarnya, makanan terakhir yang masuk ke dalam perutnya adalah sarapan tadi pagi dan sekarang sudah sore menjelang malam. Tak bisa menahan rasa laparnya lagi, Laura keluar kamar. Sutanto sudah berganti baju dan membawa 2 gelas minuman.
“nah. neng Laura keluar juga. pasti neng Laura laper kan ? ayo sini, neng. Bapak beli pecel ayam nih buat kita berdua”. Sutanto begitu ramah, seperti tak terjadi apa-apa saja, menciptakan deja vu bagi Laura. Tanpa mengeluarkan sepatah kata pun, Laura makan pecel ayam ditemani Sutanto.

“Pak. tas, baju saya mana ?”, tanya Laura dengan nada dingin.
“oh ada di dalem lemari, neng. sebentar”.
“ini, neng…”. Laura mengambil pakaian dan tasnya dan masuk ke dalam kamar. Tak lama kemudian, Laura keluar, sudah mengenakan pakaiannya dan menjinjing tasnya.
“permisi, Pak. saya pulang dulu..”, Laura masih bisa berlaku sopan.
“iyaa, neng. hati-hati”, jawab Sutanto dengan santai dan tersenyum. 2 hari telah berlalu.
“tok tok tok…”. Seperti yang diduga Sutanto. Laura yang mengetok pintu. Bidadari imut itu berdiri di ambang pintu dengan pakaian anggun seperti biasa pada malam hari.
“Pak…”. Tiba-tiba Laura memeluk Sutanto. Dalam 2 hari, Laura yang memang sudah terkena pelet Sutanto, selalu kepikiran guru paruh baya yang telah mengambil kegadisannya itu. Ditambah, dia sudah terkena ‘tongkat sihir’ Sutanto, tak heran kalau Laura jadi begitu. Tersenyum penuh kemenangan, Sutanto merangkul Laura masuk ke dalam, kemudian menutup dan mengunci pintu.

“ccpphh mmmhh ccpphhh mmmmhhh. neng..Laura..kenapa..ke..sini..ccpphh mmhh”, ucap Sutanto terputus-putus karena sambil bercumbu penuh gairah dengan Laura. Keduanya saling memagut begitu nafsu, lidah mereka bergantian masuk ke dalam rongga mulut satu sama lain.
“saya…ke..inget…emmhh…bapak…teruss…ccppphhh…mmmmhhh ccpphhh….”. Tanpa membalas, Sutanto pun menyingkirkan kedua tali gaun yang menyangkut di pundak Laura. Laura mengangkat kedua tangannya agar tali gaunnya bisa lepas. Gaunnya pun meluncur ke lantai dengan mudahnya. Tinggalah bra dan cd yang melekat di tubuh Laura. Sambil terus asik melumat bibir Laura yang lembut, Sutanto membuka kaitan bra Laura. Dan terakhir, Sutanto memelorotkan celana dalam dara jelita itu. Laura pun mengangkat kedua kakinya bergantian. Jadilah ia telanjang bulat di depan Sutanto. Tubuh yang begitu indah dan putih mulus. Sutanto mendekap tubuh Laura dan menciumi lehernya bertubi-tubi.
“ahhmmm Bapak aahh…”, desah Laura begitu manja sambil menggeliat kegelian.

Laura tak memikirkan lagi kalau dia sudah tak mengenakan apapun sedangkan Sutanto masih berpakaian lengkap, dia malah sedang keenakan diciumi Sutanto di lehernya. Sutanto pun langsung menuntun bidadari cantik ke dalam kamar agar bisa segera menemaninya pergi ke ‘surga’. Sangat amat berbeda sekali Laura sekarang dengan Laura 2 hari lalu. 2 hari lalu Laura masih malu dan kaku sekali, tapi sekarang dia bergoyang begitu bersemangat. Alhasil, sepasang insan manusia itu pun bercinta penuh gairah, begitu menggelora dan sangat bernafsu. Laura kelihatan sangat puas bisa merasakan pentungan Sutanto lagi. Artis berwajah cantik polos itu kelihatan sangat amat menikmati sodokan demi sodokan dan goyangan-goyangan penis Sutanto pada vagina dan anusnya. Tak menyia-nyiakan kesempatan, setiap penisnya sudah mampu lagi setelah orgasme, Sutanto kembali menggasak Laura lagi. Bagai tak ada puasnya bercinta, keduanya melakukannya berulang-ulang hingga akhirnya dini hari dan mereka benar-benar tak kuat lagi. Mereka berdua tidur dengan batin yang puas.

“neng. Bapak berangkat dulu ya…”, bisik Sutanto pelan dan mengecup pipi Laura.
“mm ? iya…”, jawab Laura sebisanya. Sutanto pun berangkat kerja, dia sudah membuatkan sarapan untuk Laura yang tentu sudah dijampi-jampi supaya Laura semakin tergila-gila dan tunduk padanya. Tak lupa Sutanto membacakan mantera di depan pintu rumahnya seperti kemarin supaya Laura ‘enggan’ meninggalkan rumah. Laura bangun.
“nnggggg….”, dia meregangkan anggota tubuhnya alias ngulet. Dia turun dari tempat tidur, selangkangannya terasa ngilu. Tak ada angin, tak ada hujan. Laura senyum-senyum sendiri dan tersipu malu saat melihat sprei tempat tidur yang awut-awutan. Tak pernah dibayangkannya kalau dia begitu puas dan menikmati berhubungan intim dengan lelaki tua yang bukan suaminya dan bahkan baru dikenalnya beberapa minggu terakhir ini saja. Harusnya ia membenci Sutanto karena keperawanannya telah diambil oleh guru tua itu, tapi dia malah begitu menyukai saat diintimi oleh Sutanto.

Laura sama sekali tak mengerti dengan perasaannya dan ia pun sampai ke keputusan akhir kalau dia akan bodo amat dengan kejadian yang menimpanya, dia akan mengikuti nalurinya saja. Go with the flow. Lagipula, tak ada yang tahu kalau dia ditiduri oleh seorang pria tua kecuali mereka berdua saja. Laura menghubungi ibunya dan berpura-pura sedang bersiap-siap syuting. Tentu ibunya percaya sebab Laura tidak pernah bohong ke keluarganya selama ini. Laura bilang kalau dia akan menginap di rumah teman perempuannya dekat lokasi syuting supaya mudah dan tidak perlu pulang atau pergi larut malam. Ibunya setuju sekali kalau Laura menginap supaya tidak bahaya pulang atau pergi larut malam. Andai ibunya tahu kalau anaknya menginap di rumah seorang oknum guru tua yang mesum. Ibunda Laura benar-benar tak tahu kalau anaknya telah ditiduri dan dicabuli berkali-kali oleh seorang pria tua yang tak pernah dikenalnya. Laura pun menutup telpon dan menaruhnya ke dalam tas yang ada di meja kecil samping tempat tidur.

Tiba-tiba ada perasaan nakal di hati Laura. Entah kenapa ia ingin mengulangi yang kemarin. Laura membuka pintu kamar perlahan, dia mengendap-endap keluar. Hatinya berdegup kencang. Sensasi luar biasa, merasa deg-degan sekaligus begitu bebas dan liar. Makan tanpa mengenakan sehelai benang pun. Apalagi, Laura belum membersihkan tubuhnya. Sperma Sutanto masih membekas di sekitar selangkangan Laura. Bau air mani pun masih tercium tajam dari tubuh Laura. Selama makan, selalu muncul khayalan di pikiran Laura. Khayalan tentang ada beberapa orang yang mendobrak masuk dan menemukannya telanjang bulat atau juga berkhayal, tiba-tiba Sutanto masuk dan ‘memperkosa’nya dengan beringas di meja makan. Laura tak tahu imajinasi liar dan nakal seperti itu datang darimana, tiba-tiba saja datang, dan selalu muncul meski ditolak berkali-kali oleh batin Laura. Tapi yang jelas, imajinasi-imajinasi nakal berdurasi pendek di pikiran Laura membuat bagian bawah bidadari cantik itu menjadi lembap.

Usai makan, Laura mandi membersihkan tubuhnya dari segala ‘noda’. Dia mengenakan pakaian santainya yang memang ia bawa. Tentu ia membawa pakaian ganti, karena kali ini, dia yang mengantarkan dirinya sendiri ke Sutanto jadi ia sudah mengantisipasi kalau-kalau ia harus ‘bermalam’. Laura beres-beres rumah terutama tempat tidur yang sangat berantakan. Gadis cantik itu tersipu malu sendiri. Dia mengkondisikan dirinya sendiri seperti istri Sutanto. Beres-beres sambil menunggu Sutanto pulang, dan pasti setelah Sutanto pulang, Laura tahu kalau dia akan digauli penuh gairah sampai larut malam. Laura seperti tak sabar menunggu Sutanto pulang. Artis cantik nan imut itu merasa begitu bergairah. Tubuhnya terasa panas saat membayangkan Sutanto akan mencabulinya dengan bernafsu. Pentungan Sutanto yang besar dan keras tentu akan bisa membuatnya terpuaskan. Artis cantik itu berubah dari gadis baik-baik yang polos dan bertingkah sopan menjadi gadis nakal yang hanya berpikiran tentang sex.

Sore hari, Sutanto pun pulang. Dan betapa senangnya saat Laura membukakan pintu untuknya sambil tersenyum manis.
“ayo, Pak. pasti Bapak laper. Laura udah masakkin makanan…”.
“wah neng Laura sampe repot-repot…”.
“nggak apa-apa, Pak..ayo kita makan”.
“iya, neng. Bapak ganti baju dulu…”. Mereka pun makan bersama. Sikap Laura benar-benar hangat ke Sutanto. Pria tua itu merasa seperti punya istri lagi. Dia sudah yakin kalau Laura sudah tunduk kepadanya. Usai makan dan mengobrol sebentar, Laura menunjukkan gelagat-gelagat nakal menggoda untuk memancing nafsu Sutanto. Dia enggan meminta langsung karena malu.
“Pak. saya tidur duluan ya…”.
“iya, neng…”, jawab Sutanto dingin dan melanjutkan menonton tv. Laura merasa kesal. Saat dia sudah menerima kehadiran Sutanto di hati dan hidupnya, pria tua itu malah dingin dan bersikap tak acuh terhadapnya. Tapi, saat Laura sudah masuk ke dalam kamar, Sutanto mendekapnya dari belakang dan langsung mencumbui tengkuk lehernya bertubi-tubi.
“emm….”, desah Laura manja sambil tersenyum.

Kedua tangan keriput Sutanto langsung menyelinap masuk ke dalam kaos yang dikenakan Laura. Agak terkejut juga, ternyata artis mungil itu tak mengenakan bra !. Sutanto menyeringai mesum. Tanpa ada penghalang, dia bisa meremas-remas kedua gumpalan empuk milik Laura secara langsung dan juga bisa memilin-milin kedua puting Laura yang kenyal itu.
“emm emmm…”, suara Laura begitu lembut namun sensual. Tubuhnya pun menggelinjang keenakan. Kelihatan sekali kalau Laura sudah mulai bergairah.
“neng Laura jangan ngambek dulu. Bapak cuma bercanda kok”, rayu Sutanto sambil terus asik menggrepei payudara Laura.
“umm…”, Laura hanya menggumam sebagai jawaban. Wajahnya memerah. Dia agak malu juga, berarti sebenarnya Sutanto tahu kalau dia sedang ‘kepingin’. Untuk memastikan, satu tangan Sutanto merayap ke bawah, daerah lembab dan hangat alias daerah intim Laura. Ternyata benar, artis berwajah innocent itu juga tak mengenakan celana dalam. Sepertinya Laura sudah sepenuh hati melayani Sutanto.

Tanpa ragu-ragu, Sutanto langsung mengobel kemaluan Laura.
“aahh aammhhh uuuhhh”. Malam hari biasanya waktu orang beristirahat, tapi Sutanto malah sedang asik menjamah tubuh seorang gadis muda yang cantik untuk menaikkan gairahnya. Malam itu pun berlanjut ke pergumulan yang begitu panas, bergairah, dan penuh nafsu di atas tempat tidur. Gadis belia itu melayani nafsu si pria berumur dengan sepenuh hati. Dan tentu si pria tua menggasak si dara cantik dengan penuh nafsu. Nafsu keduanya terlampiaskan dengan sangat puas setelah keduanya kelelahan.
“dari hari Senin, muka Bapak keliatan cerah dan sering senyum ? ada apa, Pak ?”, tanya Gia, salah satu rekan kerja Sutanto di SMP tempat ia mengajar. Gia adalah guru perempuan paling cantik dan muda di antara guru perempuan lainnya. Umurnya baru sekitar 28 tahun. Guru-guru pria banyak yang naksir Gia, termasuk Sutanto. Tapi, Sutanto tidak menggunakan peletnya karena masih ragu. Bisa dibilang Sutanto beruntung.

Kalau saja ia menggunakan peletnya pada Gia, pasti dia tak akan mendapatkan Laura. Karena sudah mendapatkan Laura yang seperti bidadari, Gia jadi kelihatan tak menarik lagi di mata Sutanto.
“ah, nggak ada apa-apa kok bu Gia. badan saya kerasa enak aja dari kemaren”, ujar Sutanto bohong.
“abis dapet bini baru kali, Bu !! hahaha !!!”, celoteh Edi yang juga rekan kerja Sutanto.
“sembarangan kowe…”. Sutanto tak mau mengaku karena bisa repot kalau teman-teman kerjanya minta dikenalkan ke calon istrinya yang tak lain adalah Laura. Sutanto pulang ke rumah dengan semangat, langkahnya cepat seperti sedang berlomba jalan cepat. Rasa lelah dari mengajar seharian sama sekali tak terasa karena di benak Sutanto sudah terbayang dengan wajah cantik Laura, senyumannya yang indah, dan terutama, tubuh Laura yang putih mulus, sungguh membangkitkan hawa nafsu. Benjolan di celana Sutanto semakin besar saat dia membayangkan puting pink pucat Laura dan vaginanya yang merah merekah yang sangat menggugah selera.

Dan lebih baik lagi, bidadari cantik yang ada di rumahnya sekarang alias Laura, menerima perlakuan cabul dan mesumnya dengan senang hati dan tanpa protes sedikitpun. Sutanto terkejut ketika pintu rumahnya terbuka. Di ambang pintu, berdiri Laura yang tak mengenakan apapun. Tak sehelai benangpun menutupi tubuh putih mulusnya. Payudara dan vaginanya terekspos begitu saja tanpa ada yang menutupi. Laura pun menarik Sutanto masuk dan segera menutup pintu. Payudaranya naik-turun seiring dengan nafasnya. Laura merasa deg-degan tapi begitu liarr dan hebat. Membuka pintu depan dengan bertelanjang bulat adalah hal paling gila dan liar yang pernah ia lakukan dalam hidupnya.
“neng Laura…”, Sutanto masih terbengong-bengong. Setelah menenangkan hatinya yang deg-degan, Laura pun tersenyum dan menuntun Sutanto untuk duduk di kursi. Dengan perlahan, Laura membukakan sepatu Sutanto. Benar-benar seperti mimpi yang sangat nakal, seorang gadis cantik membukakan sepatunya tanpa mengenakan apapun.

“kok neng Laura nggak pakai baju ?”. Laura hanya tersenyum. Setelah kedua sepatu Sutanto terlepas, Laura berdiri dan mendekatkan mulutnya ke telinga Sutanto.
“baju Laura yang kemarin kotor. Laura lupa bawa baju ganti lagi…”, bisik Laura lembut sebelum tersenyum.
“oh begitu….”, Sutanto tersenyum. Sikap Laura benar-benar berubah, dari yang sopan, anggun, dan polos menjadi hangat, agresif, dan nakal. Hanya dalam hitungan hari saja. Memang hebat pelet gue, pikir Sutanto. Tapi, dia ingat kalau pagi ini, dia tak menjampi-jampi makanan dan minuman Laura serta tak memantrai pintu rumah. Berarti Laura sudah kecanduan keperkasaan Sutanto, persis seperti istrinya dulu. Dan juga Laura tak memakai kata saya lagi, tapi sudah menggunakan nama, berarti dia sudah nyaman dekat dengan Sutanto.
“ayo neng. duduk sini..”, Sutanto merapatkan pahanya untuk alas duduk Laura. Dengan gerakan menggoda, Laura duduk di pangkuan Sutanto, berhadap-hadapan. Kedua tangan Sutanto langsung ‘menyergap’ kedua susu Laura dan juga menyambar bibir Laura.

“ccpphh ccpphh mmmhhh”, keduanya bercumbu mesra.
“Pak. mendingan kita makan dulu. udah Laura buatin…”, Laura menghentikan ciuman mereka. Dia tahu apa yang akan terjadi selanjutnya, karena itu dia harus menghentikan Sutanto agar bisa makan dulu sebelum melakukan ‘aktivitas’ itu.
“mm…oke deh, neng…”, Sutanto sedikit kecewa. Laura berdiri lagi dan menuntun Sutanto ke meja makan.
“bentar ya, Pak…”. Laura bolak-balik mengambil piring, gelas, nasi, dan lauk pauk dari dapur. Melihat gadis cantik berkulit putih mulus berlalu-lalang di depan matanya tanpa mengenakan apapun tentu semakin memancing nafsu Sutanto. Sutanto langsung mengurung Laura dengan kedua tangannya dari belakang saat Laura akan mengambil nasi dari magic jar yang sudah ditaruh di atas meja makan. Di depannya meja makan, di belakangnya terhalang Sutanto, kanan kiri terkurung oleh kedua lengan Sutanto.
“ayo dong, neng. sekalii aja, Bapak lagi nafsu banget nih…”, bujuk Sutanto sambil menekan-nekan selangkangannya ke pantat Laura.
“mmm…iyaa deh…”, jawab Laura sambil tersenyum.

Tak mungkin Laura bisa menolak kemauan Sutanto. Dia juga sudah bergairah sedari tadi apalagi pantatnya disundul-sundul benjolan di celana Sutanto. Lagipula, Laura tak mengenakan apapun untuk menutupi tubuhnya. Secara tak langsung, Laura mengatakan ke Sutanto kalau dia bisa ‘diserang’ kapan saja. Sutanto mundur sedikit sambil melorotkan celananya. Laura memundurkan pantatnya, menyodorkan pantatnya ke Sutanto.
“awwwhhh….”, pekik Laura saat anusnya ditancap cukup kencang oleh penis Sutanto.
“ooh oohh…”. Sutanto menyodomi pantat Laura saat itu juga sampai 15 menitan. Sutanto pun mengambil piring Laura yang sudah berisi nasi. Dia mencabut penisnya, mengocoknya sebentar dan akhirnya menyemburlah air mani Sutanto ke nasi Laura. Tanpa disuruh, Laura jongkok dan mengulum benda tumpul milik Sutanto itu.
“Pak. kok nasi Laura disiram pake punya Bapak sih ?”.
“nggak apa-apa, neng. coba aja dulu. enak kok…”.

“nggak mau ah..jorok…”.
“coba dulu..”, Sutanto menyuapi Laura. Sebenarnya Laura tidak jijik, dia sudah 5x menelan sperma Sutanto. Dia hanya merasa aneh saja, memakan nasi dengan kuah air mani. Tapi, ternyata Laura suka dengan rasa gurih dan asin dari sperma bercampur nasi. Dan jadinya, Laura makan nasi dengan kuah sperma Sutanto itu dengan lahap. Sutanto hanya tertawa-tawa saja melihat Laura yang berwajah innocent itu lahap memakan nasi yang berlumuran air mani. Dan setelah makan, mereka pun melakukan ‘rutinitas’ favorit mereka yaitu saling mengadu alat kelamin di atas tempat tidur. Keesokan harinya pun berlangsung sama. Meski sama, keduanya tak pernah bosan menumpahkan hasrat mereka satu sama lain. Besok adalah hari minggu, Sutanto sudah membeli amunisi, yaitu obat kuat. Dia berencana untuk menggempur Laura seharian penuh dan tak membiarkan gadis muda itu turun dari tempat tidur meskipun cuma sebentar. Pagi-pagi, Sutanto sarapan dengan Laura. Baru kali ini, mereka bisa sarapan bersama karena biasanya Laura bangun agak siang, kelelahan digempur semalaman.

Setelah sarapan, barulah Sutanto meminum obat kuat yang telah dibelinya kemarin.
“Pak..itunya…”, ucap Laura agak malu-malu menunjuk ke burung Sutanto yang sudah berdiri tegak. Mereka berdua memang tak mengenakan apapun sehingga Laura bisa melihat perkakas Sutanto dengan jelas.
“iya nih, neng. hehe….”. Wajah Laura memerah melihat penis Sutanto bergerak-gerak tanpa dipegang oleh si pemilik. Dia tahu apa yang akan terjadi padanya kalau tongkat itu sudah berdiri tegak. Laura pun berlari kecil menuju kamar. Sutanto pun segera mengejar Laura ke dalam kamar.
“emmm…jangan, Paakhh…masih pagi…”, kilah Laura berusaha menyingkirkan tangan Sutanto yang menjamah vaginanya.
“justru itu, neng…kan kita belum pernah gituan pagi-pagi. hehehe…”.
“tapi..ntar ada yang ngeliat…”.
“nggak ada, neng…tenang aja…”. Dan Laura pun akhirnya tak bisa menolak lagi kemauan pejantan tua yang cabul itu. Dia tersenyum lalu berlutut, ‘menyerah’ pada todongan senjata Sutanto.

Lidah Laura pun lincah menari-nari di selangkangan Sutanto. Laura yang sebelum bertemu Sutanto belum pernah mengulum kemaluan pria, kini terlihat begitu lihai dan natural membelai lembut penis Sutanto dengan lidahnya. Tentu saja Laura jadi pandai mengulum, selama 2 hari kemarin, secara intensif, Sutanto melatih kemampuan ranjang Laura, mulai dari berciuman, oral seks, sampai teknik dan posisi bercinta. Lagipula, semenjak Laura ‘mencicipi’ burung Sutanto dengan lidahnya, dia suka dengan rasa asin dan amis dari penis Sutanto. Laura juga tak tahu mengapa, dia suka sekali rasa penis Sutanto, tak heran dia selalu menghayati dan menikmati saat mengulum kemaluan Sutanto. Laura tidak tahu kalau Sutanto minum obat kuat sampai Sutanto menyemprotkan air maninya ke dalam mulut Laura, tapi setelahnya, tak mengecil sedikitpun. Laura tak berkomentar atau bertanya, dia malah naik ke tempat tidur dan terlentang pasrah, seperti sudah menyiapkan diri untuk melayani nafsu pejantan tuanya.

Sutanto langsung menomplok bidadari cantik dan bersiap menikmati tubuh indah Laura seharian penuh. Desahan, nafas menderu, tetesan keringat, bunyi ranjang yang bergoyang, dan suara kecipak air mengiringi persetubuhan mereka yang sangat bergairah dan panas seperti pengantin baru di malam pertama. Dengan bantuan obat kuat, Sutanto bisa terus-terusan menyodok mulut, anus, dan vagina Laura tanpa jeda sehingga artis cantik itu benar-benar lemas, kewalahan karena terus menerus dibuat orgasme oleh Sutanto. Akhirnya dari pagi-sore, setelah 6 jam, efek obat itu berakhir. Laura sudah tidur duluan alias pingsan saking lemasnya setelah 4 jam digempur Sutanto non-stop. Pria tua itu juga kelelahan dan tertidur memeluk tubuh Laura yang telah digunakannya untuk melampiaskan nafsunya dengan maksimal. Senja hari, sekitar jam 6 sore, barulah Laura terbangun. Tubuhnya terasa begitu pegal. Selangkangannya begitu ‘berantakan’ dan terasa ngilu sekali. Noda putih yang hampir menjadi kerak ada di mana-mana pada tubuhnya terutama daerah intimnya.

Laura pun ke kamar mandi, membersihkan tubuhnya. Sementara itu, Sutanto terbangun karena suara siraman air dari kamar mandi. Tak lama kemudian, Laura keluar.
“eh neng Laura udah bangun duluan ?”.
“iya, Pak. baru aja bangun…”. Sutanto memperhatikan jalan Laura yang agak mengangkang.
“neng Laura kok jalannya ngangkang gitu ?”.
“um…ngilu, Pak…”, jawab Laura malu-malu.
“gara-gara Bapak ya ? maaf banget neng”.
“nggak apa-apa, Pak”, jawab Laura ditambah senyum manisnya.
“saya mau nyiapin makan malam dulu ya, Pak…”. Tanpa repot, Laura berjalan mengangkang keluar kamar tanpa mengenakan pakaian. Sambil menyiapkan makanan, Laura masih merasakan sodokan-sodokan penis di vagina dan anusnya seakan dia masih di genjot Sutanto. Laura pun hanya tersenyum saja sambil mengusap perutnya dan berpikir, pasti tak lama lagi, dia akan mengandung anak dari Sutanto. Mereka berdua melalui malam penuh kemesraan dan kehangatan. Walau Laura tak mengenakan apapun, di dekat Sutanto terasa hangat.

Malam semakin larut, Sutanto dan Laura kini sedang bermesraan di tempat tidur. Keduanya saling berhadap-hadapan, berpelukan, dan berciuman.
“Pak. besok Laura pulang ya”.
“kok? jangan, neng. jangan tinggalin Bapak sendirian..”.
“maaf, Pak. kalau besok Laura nggak dateng, kontraknya batal…”.
“hm..ya udah, neng..nggak apa-apa deh…”.
“tapi kalau ada waktu, Laura bakal ke sini kok..”.
“bener yaa, neng ?”.
“iyaa…”.
“makasih yaa, neng…”, Sutanto membelai rambut Laura lembut. Betapa cantiknya wajah yang ada di depan mata Sutanto.
“cuupphh…emmm mmmhh…”, keduanya menggumam, mereka berdua berciuman dengan mesra dan saling bertatapan. Meski kedekatan mereka terjadi karena pelet dan agak ‘pemerkosaan’, namun mata Laura menyorotkan sinar cinta, begitu juga Sutanto. Laura menetapkan kalau guru tua nan mesum itu adalah lelaki pertama dan terakhir yang bisa menikmati tubuhnya. Tak ada lelaki lain yang boleh menyentuhnya, keputusan bulat dari Laura.

Lelaki lain yang mendekatinya akan ditolak mentah-mentah, janji Laura. Artis cantik itu kini sudah suka dan cinta dengan Sutanto, meski rasa cinta itu datang dari rasa takjub dan puas saat bersenggama dengan Sutanto. Mereka berdua pun tertidur sambil berpelukan erat agar tubuh mereka yang sama-sama tak tertutup sehelai benang pun terasa hangat.
“cuuphh ccpphhh…”, Laura mencium Sutanto setelah mobilnya sampai di depan sekolah Sutanto mengajar.
“ntar Laura usahain abis syuting ke rumah Bapak..”. Usai mengucapkan perpisahan, Laura pun mengendarai mobilnya. Sutanto merasa sedih juga, ditinggal bidadarinya. Kalau nanti pulang, tak ada lagi si bidadari cantik yang menyambutnya. Sebenarnya, Laura belum syuting hari ini, dia baru syuting 2 hari lagi. Dia ingin membuat kejutan.
“ini, Mah, Pah…rumah kontrakan Laura…”.
“kok kecil ya ?”.
“ya mau gimana lagi, ini yang paling deket sama lokasi syuting…”.
“oh, ya terserah kamu..”. Laura menunjukkan rumah Sutanto ke kedua orang tuanya dengan berpura-pura kalau itu adalah rumah yang dikontraknya.

Laura yang memang sudah diberi kunci duplikat rumah oleh Sutanto, mengajak kedua orang tuanya ke dalam.
“kok masih banyak barang ?”.
“iya, kata yang punya kontrakan, biarin aja..”.
“oh…”. Setelah kedua orang tuanya melihat-lihat, Laura pun mengantar kedua orang tuanya pulang sekalian mengambil barang-barang pribadinya untuk ditaruh di rumah Sutanto. Ibu dan bapaknya membantu Laura packing barang-barang yang bisa dipakai. Mereka tidak tahu kalau anaknya bukan mengontrak melainkan tinggal bersama seorang pria tua yang mesum. Andai mereka tahu kalau anak mereka yang cantik itu sudah dijamah berkali-kali oleh pria tua yang bahkan tak pernah mereka kenal. Laura sendiri belum berencana untuk memberi tahu tentang hubungannya dengan Sutanto. Laura yakin, pasti kedua orang tuanya takkan setuju dia menjalin hubungan dengan pria yang tua dan hanya berprofesi sebagai guru. Ia tahu keinginan orang tuanya yang berharap ia mencari suami yang tampan dan mapan.

Atau setidaknya, suaminya berkecukupan dengan rentang umur yang tidak terlalu jauh, 3-6 tahun dengan Laura. Bukannya dengan pria yang umurnya hampir 2x lipat dari umur Laura sekarang. Laura segera berangkat lagi ke rumah Sutanto dengan mobilnya yang penuh dengan barang pribadinya. Kebanyakan Laura membawa baju, parfum, sedikit kosmetik, pokoknya dia membawa keperluan syuting, tapi dia juga membawa barang-barang lainnya seperti bed cover, selimut, guling dan bantal favoritnya, tentu juga sarung untuk guling dan bantalnya. Begitu sampai, Laura langsung beres-beres seorang diri. Memindahkan barang-barang dari mobilnya ke dalam rumah Sutanto. Akhirnya kamar Sutanto jadi terlihat seperti kamarnya, Laura merasa tambah nyaman saja. Dara jelita itu sekalian membersihkan rumah Sutanto. Tak terasa, sudah hampir jam pulang Sutanto, Laura merapikan makanan di meja makan lalu mandi untuk menyegarkan tubuhnya yang berkeringat sehabis beres-beres seharian tadi. Sambil mandi, Laura merasa tak sabar sekaligus deg-degan menunggu Sutanto pulang layaknya istri yang menunggu suaminya pulang.

“cklek…”. Sutanto mengunci kembali pintu rumah setelah masuk ke dalam. Dia langsung mencari-cari sumber dari aroma sedap yang ia cium pas masuk ke dalam rumah. Ternyata ada macam-macam makanan enak yang tersedia di meja makan. Sutanto tersenyum sumringah. Dia tahu siapa yang menyiapkan makanan untuknya. Tak mungkin makanan itu muncul begitu saja atau ada peri yang membuatkan makanan seperti di dalam dongeng. Pastilah seorang bidadari cantik berkulit putih mulus nan indah, pikir Sutanto.
“neng Laura !! neng Laura !!”, panggil Sutanto tak sabar ingin melihat bidadarinya. Dia pun langsung mengecek dapur, tak ada. Saat Sutanto membuka pintu kamar untuk mencari Laura, pria tua itu cukup terkejut. Kamarnya berubah jadi harum, sangat rapi, dan ada beberapa boneka serta parfum. Sutanto menoleh ke belakang saat ada yang mencoleknya.
“neng Laura !”, Sutanto langsung tertegun melihat Laura yang sekarang berdiri di depannya.

Laura mengenakan pakaian yang bisa disebut gaun malam berwarna hitam namun sangat tipis, bahkan cenderung transparan. Dan Laura tidak mengenakan apapun selain gaun itu. Sutanto bisa dengan jelas melihat lekuk-lekuk tubuh Laura. Keindahan tubuh rampingnya dan kemulusan kulit putihnya seakan berpadu dengan gaun indahnya membuat Laura kelihatan anggun tapi juga sexy menggairahkan.
“Bapak baru pulang. Laura udah nunggu dari tadi…”, lirih Laura manja sambil melingkarkan kedua tangannya di leher Sutanto.
“tapi, bukannya Neng….”. Laura memutus ucapan Sutanto dengan mencium pria tua itu. Tak disangka, gadis cantik yang kelihatan sopan dan anggun itu bertingkah sangat manja dan agresif di depan Sutanto.
“mmm…”, keduanya begitu menikmati ciuman itu. Sangat lembut dan penuh perasaan.
“mendingan kita makan dulu, Pak…”, ucap Laura menghentikan ciumannya sendiri. Sutanto tersenyum senang sambil mengangguk. Sambil makan, tak henti-hentinya Sutanto memandangi Laura yang mengenakan gaun transparan itu.

Meski memang tubuh Laura tak begitu sintal dan montok, tapi warna kulit Laura dengan gaun hitamnya begitu kontras, memicu gairah Sutanto. Bidadari cantik itu terlihat seksi sekali. Laura juga tahu kalau Sutanto terus memperhatikannya. Dia tahu harusnya dia tak mengenakan pakaian menggoda untuk Sutanto. Biasanya itu dilakukan seorang wanita untuk memancing nafsu suaminya sebelum berhubungan intim dan Laura sadar betul kalau Sutanto itu bukan lah suaminya malah pria tua itu lah yang telah merenggut kesuciannya dan mencabulinya hingga berkali-kali. Tapi, entah datang darimana, Laura memang sangat ingin memanjakan mata Sutanto dan ‘menggoda’ nafsu pria tua itu sejak tadi pagi, makanya ia membeli pakaian itu tadi siang. Tentu ia membelinya dengan menyamar agar tak ada orang yang mengenalinya. Laura tahu keinginannya tak seharusnya ia penuhi, tapi ia tak bisa melawan hasrat untuk ‘menggoda’ Sutanto, pria tua yang seharusnya dibenci Laura karena telah merenggut keperawanannya.

Laura sampai sekarang tak mengerti kenapa ia kepincut dengan Sutanto dan setiap ia jauh dari Sutanto, ia selalu membayangkan wajah Sutanto dan momen-momen bermesraan dengan guru tua itu. Keinginannya sudah dilaksanakan, sekarang ia mendapatkan rasa luar biasa dari pakaiannya yang mengundang mata Sutanto terus terpaku kepadanya. Laura merasa begitu nakal, bangga, dan juga merasa sangat seksi. Inikah rasanya seorang istri yang berhasil menggoda suaminya dengan pakaian sexy ?, Laura bertanya-tanya dalam hatinya sendiri. Usai makan, tiba-tiba Laura berdiri dan melepaskan gaunnya hingga ia telanjang. Dia menarik kedua tangan Sutanto yang masih kotor dengan makanan lalu menaruhnya di pantatnya.
“neng..tangan Bapak kotor…”.
“nggak apa-apa, Pak…gimana kalau kita cuci tangan di kamar mandi ?”, ajak Laura dengan sangat menggoda. Sutanto langsung mengangguk semangat. Usai mencuci tangan, mereka pun langsung berasyik-mahsyuk di atas tempat tidur. Meluapkan gairah mereka yang begitu menggebu-gebu seakan tiada hari esok.

Sutanto tentu begitu sangat amat bernafsu menyenggamai gadis muda yang cantik seperti Laura. Sementara Laura tak enggan dan senang hati melayani pria tua dan jelek seperti Sutanto dengan tubuh indahnya karena dia sudah ‘kecantol’ dengan senjata Sutanto. Semenjak hari itu, Laura resmi tinggal bersama Sutanto. Sutanto merasa rumahnya seperti surga karena ada bidadari yang selalu menemaninya. Laura melayani Sutanto sepenuh hati, baik lahiriah maupun (terutama) bathiniah. Tak jarang Sutanto melakukan ‘serangan fajar’ ke Laura dan Laura tak pernah menolaknya. Dan jika Laura ada syuting lalu pulang larut malam, biasanya Sutanto menunggu Laura pulang untuk kemudian menyergap dan langsung ‘menculik’ bidadarinya itu ke dalam kamar. Tapi, meskipun sangat lelah setelah pulang syuting, Laura selalu tersenyum melayani nafsu Sutanto. Dia merasa sudah menjadi kewajibannya untuk melayani Sutanto. Ya, saking seringnya diintimi, alam bawah sadar Laura mengkondisikan dirinya sendiri seperti istri Sutanto yang harus siap melayani nafsu Sutanto kapan pun.

Suatu malam, Laura pergi ke acara penghargaan bagi perfilman Indonesia. Sutanto mengerti kalau Laura tak mengajaknya. Dia menonton tv sendirian di rumah. Laura menjadi salah satu host acara penghargaan itu, lebih tepatnya pembaca nominasi salah satu kategori penghargaan. Sutanto memperhatikan Laura dalam keadaan ‘normal’. Terlihat begitu anggun dan sangat cantik. Sutanto pun tersenyum, sementara pria-pria lainnya yang menyaksikan acara itu baik secara langsung maupun melalui tv pasti penasaran dengan kemulusan tubuh seorang Laura Basuki yang bertampang cantik innocence, Sutanto tahu betul ‘onderdil’ yang dipunyai Laura yang sudah dilihatnya berkali-kali. Melihat Laura di tv, Sutanto jadi membayangkan tubuh indah nan putih mulus itu ada di depannya. Andai saja bidadarinya yang sedang ia pandangi di tv ada di sampingnya, pasti Sutanto sudah menyembunyikan Laura dalam sarungnya untuk ‘merawat’ burung miliknya.

Laura masuk sebagai nominasi artis wanita favorit, tapi ia tidak menang. Begitu pulang, Sutanto langsung memeluk Laura.
“kamu jangan sedih, sayang…itu cuma penghargaan biasa…”, ucap Sutanto menyemangati Laura.
“iya, Pak. Laura juga nggak sedih. saingan Laura hebat semua”.
“hmm..bagus bagus…”.
“tapi..kamu menang penghargaan kok ?”.
“penghargaan apa, Pak ?”.
“calon istri terbaik 2011 hehe…”.
“ah Bapak….”, pukul Laura manja.
“kamu mau lihat pialanya nggak ?”, Sutanto menatap ke benjolan di sarungnya. Sambil menggigit bibir bawahnya, Laura mengangguk. Sutanto pun langsung menggaet bidadarinya ke dalam kamar dan bercinta penuh nafsu. Usai bersenggama, Laura dan Sutanto pun bercengkrama.
“sayang…”.
“iya, Pak ?”.
“kalau bantu Bapak ngajar les mau nggak ?”, tanya Sutanto sambil memeluk Laura dari belakang.
“les apa, Pak ?”.
“begini, ada 3 murid Bapak yang les sama Bapak. anaknya sih baik semua, gampang di atur, tapi bebel banget otaknya…”.
“eh Bapak. jangan bilang gitu ah…”.

“ya abisnya, udah Bapak ajarin paling gampang, tetep aja nggak bisa…”.
“emangnya orang tuanya nggak ngajarin di rumah ?”.
“nah itu dia, orang tua mereka bertiga aja nyerah, trus nyerahin ke Bapak. mereka orang kaya dan mau bayar Bapak berapa aja supaya anak mereka lulus SMP”.
“mereka kakak adik semua ?”.
“yang 2 kembar, yang satu lagi beda…”.
“oh, terus mereka les apa aja sama Bapak ?”.
“ya biologi doang, tapi mereka minta ajarin matematika sama fisika juga. Bapak takut keteteran ngajarnya, kamu mau bantuin Bapak kan ?”.
“boleh, Pak. kapan ?”.
“senin depan. makasih ya sayang…”, ujar Sutanto setelah mengecup pipi Laura.
Sebenarnya Laura juga ingin bertanya sesuatu ke Sutanto, tapi dia masih merasa tidak enak, lagipula dia sudah sangat kelelahan. Sesuatu tentang hubungan mereka karena sebentar lagi Laura akan menikah dengan seorang pria berumur yang wajahnya tak jauh dengan Sutanto. Tapi karena terlalu lelah, mereka berdua pun tidur dalam keadaan bugil, namun saling berpelukan sehingga mereka tidak merasa dingin. Laura tidur dengan nyaman karena air mani Sutanto yang hangat menggenangi rahimnya. Dan seperti malam-malam sebelumnya, sel telur Laura sibuk mempertahankan diri dari serbuan berjuta-juta sperma Sutanto yang tadi diinjeksikan ke dalam rahim Laura. Dan sepertinya pertahanan sel telur Laura mulai melemah….

Laura menghadapi dilema, apakah dia harus menikah dengan calon suaminya yang sudah dikenalkan ke keluarga dan kerabat, ataukah dengan Sutanto, pria tua dengan kejantanan yang sangat perkasa dan membuatnya selalu merasa seperti pergi ke ‘surga’ ?. Dan tentang 3 anak SMP itu ?
That will be revealed in the next story….
**************** 
Ditulis dalam Karya Dina Nakal